Kamis, 16 Juni 2011

Dari Redaksi (edisi 08)


Tirulah Teknik Elektro
Selama 7 edisi perjalanannya, Langkah Awal mungkin bisa dikatakan masih sangat muda. Tapi  boleh jadi dikatakan tua jika Langkah Awal adalah perwujudan dari sebuah cita-cita yang tertimbun dalam waktu lama.
Hal ini baru kami sadari ketika seorang Redaksi Langkah Awal tanpa sengaja berkunjung ke mading Teknik Elektro. Di sana didapati tempelan mading dengan nama “Langkah Selanjutnya”  yang berisi opini mahasiswa Teknik Elekto. Tentu hal ini tidak lepas dari kesadaran Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro bahwa mereka memerlukan media untuk menyampaikan pendapat kepada warganya. Dengan adanya sebuah media yang rutin terbit, apa yang selama ini mengendap di kepala dapat tersalurkan.

Ormek di Mata Mahasiwa ITS

Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 8 (13 – 26 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Dunia pergerakan mahasiswa Indonesia pernah punya masa di mana organisasi mahasiswa ekstra kampus (ormek) begitu berpengaruh. Namun NKK/BKK tahun 1978 membuat keberadaan ormek “tamat” dari kampus-kampus seluruh Indonesia. Bahkan setelah rezim Soehato tumbang, Dirjen Dikti mengeluarkan Surat Keputusan No. 26 Tahun 2002 yang tetap melarang aktivitas ormek di perguruan tinggi. Ormek tidak boleh lagi secara terang-terangan memperlihatkan jati dirinya di area kampus. Kini, di tengah hangat-hangatnya isu parpol kampus di Mubes IV, muncul selentingan kabar bahwa anggota Tim Ad Hoc yang berasal dari ormek telah memunculkan wacana itu. Tapi, sejauh mana mahasiswa ITS paham tentang ormek?

Kebenaran-Jalanan, Bagian I: Generasi itu telah lama punah


Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 8 (13 – 26 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Yaumil*
Atmosfer yang berbeda pada generasi ‘28, ‘45, ‘66, ‘74, ‘78, ‘98—yang memastikan bahwa kebenaran menyesuaikan zaman.
Di awali tanggal 8 Mei 2011 disaat teman-teman redaksi menyebarkan buletin langkah awal yang baru saja selesai dicetak. Tujuannya bertemu dengan mahasiswa angkatan baru 2010 disalah satu jurusan FTSP. Wajah muram penghuni hima selaku kakak seniornya 2008 menyambut, tak ambil pusing. Sebuah pertanyaan saya lemparkan kepada lelaki tambun pemilik wajah tirus itu, di mana bisa menemui komtingnya? Dengan harapan buletin tersebut bisa mereka baca. Tanpa pikir panjang dia menolak untuk memberikan informasi dan sangat terlihat untuk menutupi.

Soe Hok Gie


Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 8 (13 – 26 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Imot*
Gie, sapaan akrab Soe Hok Gie merupakan pemuda Indonesia keturunan China. Gie dilahir pada 17 Desember 1942 dari rahim Nio Hoe An. Ayah Gie adalah Soe Lie Pit yang juga seorang novelis.
Sejak masih sekolah, Gie sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan yang berada di pinggiran jalan kota Jakarta bersama kakaknya Soe Hok Djin yang dikenal dengan nama Arief Budiman. Bahkan sejak masih Sekolah Dasar (SD), Gie sudah membaca karya-karya sastra dari tokoh-tokoh besar dunia, seperti karya Pramoedya Ananta Toer, Gandhi, Marxis, dll. Saat di sekolah dasar. Gie masih satu sekolah dengan kakaknya Soe Hok Djin.

Antara Bidik Misi dan Indonesia Mengajar


Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 8 (13 – 26 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Jeng Nada*
“Pendidikan adalah kehidupan yang murni dari jiwa dalam memegang nafsu dan mengendalikan manusia. Bahkan kemurniannya melebihi air sungai gangga” Gandhi.
Anies Baswedan dalam seminar di Unair 5 April lalu sempat menyebutkan salah satu tujuan dari gerakan Indonesia Mengajar adalah menciptakan calon penerus bangsa yang memiliki grassroot understanding. Pemimpin yang memiliki grassroot understanding kini makin sedikit, itulah salah satu sebab berbagai kebijakan yang dihasilkan pemerintah seringkali tidak memihak rakyat. Kebijakan-kebijakan yang ada justru semakin menguntungkan para pemilik saham dan investor saja.

Pembela atau Durjana



Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 8 (13 – 26 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Donny*
Aku akan berada di depan menjadi pedang dan tameng di saat genting. Aku akan menjadi orang terakhir yang mengecup kemenangan. Aku adalah pembela rakyatku. Rakyat bangsa mana yang tidak terenyuh saat mengetahui pemimpinnya berkata seperti itu, dengan realisasi tentunya. Masihkah ada harapan untuk memiliki pemimpin seperti itu? Tidak adakah satu orang dari dua ratus juta jiwa penduduk bangsa ini yang dengan ikhlas mau mengabdikan diri demi kemakmuran bangsanya?

Untuk Jeng Sri di Alam Sana


Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 8 (13 – 26 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Samdy*
Jeng Sri yang Terhormat,
Mungkin orang akan bilang saya hilang akal sehat karena menulis surat untuk makhluk halus. Tak apa, mungkin hanya pada Jeng saya menemukan kehalusan hati.
Saya tak menyangka hantu Jeng Sri diberitakan oleh koran Memorandum yang provokatif hampir 3 minggu lalu. Beberapa mahasiswa dan dosen mengaku pernah diganggu oleh Jeng Sri di kala malam. Desas-desus menyebut arwah Jeng tidak tenang karena bunuh diri akibat persoalan cinta. Jeng, saya pikir, mati demi cinta sebenarnya agak tipis dengan ketololan.

Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK)


Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 8 (13 – 26 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Henry*
NKK/BKK seolah menjadi pagar yang membatasi mahasiswa dari aktivitas politik. Setelah terjadinya peristiwa Malari, mahasiswa yang dianggap sebagai biang kerusuhan, digiring pemerintah—rezim Soeharto—untuk kembali ke kampus dan fokus pada bidang keilmuannya. Walaupun kejelasan dari peristiwa Malari sendiri masi kabur, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daud Yusuf solah telah memvonis mahasiswa dengan gerakannya sebagai pelaku kejahatan dengan memberikan sangsi melalui SK No.0156/U/1978 (Normalisasi Kehidupan Kampus) dan SK No.037/U/1979 (Badan Koordinasi Kemahasiswaan).
”Back To School”

Kamis, 09 Juni 2011

Sejarah dan Kiprah Militer

Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 7 (30 Mei – 12 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Donny*
Mendengar kata militer maka kita akan langsung terbayang sosok manusia-manusia gagah dan tangguh. Manusia-manusia pilihan dengan kemampuan bertahan hidup yang tinggi. Dan kata “perang” tampaknya tak bisa lepas dari militer. Militer memang mempunyai daya tarik tersendiri. Sehingga 13 Mei 2011 telah menjadi sejarah dalam hidup kami, malam yang panjang kami habiskan untuk membahas sekelumit tentang militer.

Senin, 06 Juni 2011

Dari Redaksi (edisi 07)

Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 7 (30 Mei 12 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Juni adalah Bulan Soekarno.Terdapat 3 tanggal penting pada bulan ini yang terkait dengan presiden pertama tersebut yaitu Hari Lahirnya Pancasila, yang “digali” olehnya tanggal 1 Juni 1945; hari kelahirannya pada 6 Juni 1901; serta hari ia wafat pada 21 Juni 1970. Lahirnya bangsa Indonesia tidak mungkin dapat dilepaskan dari perjuangannya yang penuh penderitaan.

Ragam Kepentingan di Sekitar Mubes IV

Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 7 (30 Mei 12 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Dunia mahasiswa ITS sekarang sedang sibuk dengan apa yang disebut Mubes (Musyawarah Besar) IV. Berdasarkan FKHM3 (Forum Kajian Hasil Mubes III) setahun yang lalu. Hasil kajian tersebut direkomendasikan dalam Musma (Musyawarah Mahasiswa) ITS yang pada akhirnya ditetapkan dalam Kongres Mahasiswa ITS untuk segera dilaksanakan Mubes IV. Ada beberapa kondisi kini yang tidak relevan lagi dengan jalannya kemahasiswaan di ITS. Diantaranya adalah keberadaan DOP (Daerah Otonomi Politeknik) yang sejajar dengan HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan). Padahal di dalam DOP itu sendiri memiliki beberapa himpunan. Oleh karena itu, beberapa mahasiswa ITS merasa perlu untuk segera dilaksanakannya Mubes IV. Sebagai landasan organisasi kemahasiswaan ITS

Politik, Ormek, Ad-Hoc; Tim Ad Hoc atau Tim Ormek

Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 7 (30 Mei – 12 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Rafli*
“Politik itu tahi kucing.” (Herman Lantang)
Begitulah kiranya cuplikan dialog Herman Lantang kepada Soe Hok Gie dalam film Gie karya Riri Riza saat dirinya dipaksa oleh Soe Hok Gie untuk mencalonkan diri menjadi ketua Senat Fakultas Sastra UI.
Tidaklah berlebihan, jika Herman Lantang memandang politik sebagai hal yang busuk. Menurut berbagai definisi para ahli, politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Menurut Isjware, politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan, teknik menjalankan kekuasaan, masalah-masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan, pembentukan dan penggunaan kekuasaan.

Kereta Mubes IV Anjlok

Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 7 (30 Mei – 12 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Iftah*
“Pergantian sistem, perubahan struktur KM ITS, dinamisasi KM ITS, ketegasan kekuasaan dan wewenang suatu lembaga, ranah organisasi, pola pengembangan kaderisasi dan sebagainya harus mulai direformasi dalam rangka perubahan KM ITS ke arah yang lebih baik. Propaganda-propaganda dilancarkan untuk mengkatalisasi perubahan tersebut. Namun apa yang didapat sampai sekarang? Mubes IV yang diimpikan oleh sebagian mahasiswa ITS masih jauh dari ekspektasi—tidak terorganisir secara massif”

Abdoel Rivai: Doktor Pribumi Pertama

Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 7 (30 Mei 12 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Samdy*
Abdoel Rivai dilahirkan pada 1877 di Sumatera Barat, lulus sebagai dokter Bumiputra di Batavia pada 1894 (cikal bakal Stovia). Lima tahun ia bertugas di Deli sambil belajar bahasa asing. Ia menjadi penerjemah dan wartawan untuk menambah pendapatan agar bisa melanjutkan pelajaran ke Belanda dengan biaya sendiri.

Peristiwa Malari (Malapetaka lima Belas Januari) 1974

Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 7 (30 Mei – 12 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Didin*
Salah satu catatan tentang sejarah kelam bangsa Indonesia terjadi pada tanggal 15 Januari 1974, dimana sebuah kerusuhan terjadi di ibu kota Jakarta yang sampai saat ini masih belum terungkap jelas siapa dalangnya. Peristiwa yang diduga perseturuan antara asisten pribadi Presiden, Ali Moertopo dengan Pangkomkamtib, Soemitro ini menyebabkan 11 orang meninggal, ratusan orang luka-luka dan ditangkap, terjadi banyak pengrusakan bangunan dan kendaraan serta 160 kg emas hilang.

Manusia Indonesia Terbesar; Selamat Ultah Bung (1)


Dipublikasikan juga di catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Samdy*

Selamat Ultah Bung” dibuat untuk mengenang 4 pemimpin awal Republik ini yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, dan Bung Amir di hari ulang tahun mereka.
Siapakah manusia terbesar yang pernah dilahirkan bangsa ini? Soekarno.
Penilaian terhadap seseorang pasti tersandung subyektifitas. Setiap individu punya pilihannya sendiri. Benarlah apa kata pepatah Latin, de gustibus non est disputandum, soal selera tak bisa diperdebatkan. Begitupun terkait manusia terbesar negeri ini.

Renungan Tentang “Guru” Kita

Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 7 (30 Mei 12 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Imot*
Menjadi guru, bukanlah pekerjaan mudah. Dituntut pengabdian dan juga ketekunan. Mempunyai rasa kesabaran dan welas asih dalam menyampaikan pelajaran. Seharusnya, guru tidak hanya berceramah, tetapi mendidik dan mengajarkan. Juga mencontohkan tingkah laku yang baik. Tidak semua orang mampu menjalankannya.

Pancasila, Sebagai Potensi Pemersatu Bangsa dan Tantangannya

Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 7 (30 Mei – 12 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Amen*
Jika diperhatikan benar–benar Pancasila itu terdiri atas dua fondamen. Pertama, fondamen moral, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, fondamen politik, yaitu peri―kemanusiaan, persatuan Indonesia, demokrasi, dan keadilan sosial. (Bung Hatta)
Cakupan perspektif tentang Pancasila memang begitu beragam, atau bisa dikatakan multitafsir. Dengan demikian akan selalu ada dialektika tentang implementasi Pancasila yang sesuai dengan kondisi kekinian bangsa.

Mahasiswa Kontemporer Takut Hidup


Dipublikasikan juga di catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Iftah*
Hidup Mahasiswa…Hidup Mahasiswa!!! itulah jargon konvensional yang digunakan sebagai simbol pemicu semangat generasi menengah bangsa ini—simbol pengekangan dari kebebasan, simbol keterbatasan artikulasi suara, curahan jiwa-jiwa yang berdarah militansi. Penuh romantisme perjuangan ketika hal tersebut menghasilkan kesadaran bertindak untuk tidak saja melakukan hal-hal yang bernuansa kependidikan formal kampus dan ego-ego pribadi secara mutlak. Ketika kedua hal itu dilengkapi secara sadar dengan pemanfaatan potensi manusia sebagai manfaat sosial—itulah sewajarnya hidup.