Kamis, 16 Juni 2011

Ormek di Mata Mahasiwa ITS

Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 8 (13 – 26 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Dunia pergerakan mahasiswa Indonesia pernah punya masa di mana organisasi mahasiswa ekstra kampus (ormek) begitu berpengaruh. Namun NKK/BKK tahun 1978 membuat keberadaan ormek “tamat” dari kampus-kampus seluruh Indonesia. Bahkan setelah rezim Soehato tumbang, Dirjen Dikti mengeluarkan Surat Keputusan No. 26 Tahun 2002 yang tetap melarang aktivitas ormek di perguruan tinggi. Ormek tidak boleh lagi secara terang-terangan memperlihatkan jati dirinya di area kampus. Kini, di tengah hangat-hangatnya isu parpol kampus di Mubes IV, muncul selentingan kabar bahwa anggota Tim Ad Hoc yang berasal dari ormek telah memunculkan wacana itu. Tapi, sejauh mana mahasiswa ITS paham tentang ormek?

Menurut Nur Choliq Hermawan, ormek  adalah organisasi yang tidak akan bisa berdiri kalau tidak ada yang mendukungnya dari belakang. Bagi Cholid, ormek memiliki kelebihan dan kekurangan. “Menurut saya bagus, karena di dalamnya diajarkan kepekaan dan sebagainya,” ujar Mahasiswa Teknik Sipil ini, “tetapi tidak bagus juga ketika ormek itu masuk ke dalam kampus, karena pasti setiap ormek membawa kepentingannya sendiri.” Namun pernyataan berbeda diungkapkan oleh Arif, ketua Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Bagi Mahasiswa S-2 Teknik Fisika ini ormek bagus karena dapat menambah wawasan bagi yang mengikutinya. Negatifnya,  “Ideologi yang dibawa oleh ormek itu sendiri dapat membuat anggotanya fanatik, nah sikap fanatik inilah yang tidak saya suka,” lanjutnya.
Berbeda halnya dengan kedua mahasiswa senior itu, beberapa mahasiswa angkatan 2009 ke atas tidak mengetahui secara detail perilal Ormek. Misalnya Ridwan Nalendra dan Yustiana Tri Wahyuni—keduanya angkatan 2009—baru tahu ketika Langkah Awal memberi beberapa contoh beberapa nama ormek. Diwawancarai di tempat terpisah, keduanya pernah mendengar nama dua ormek besar yaitu GMNI dan HMI. Sedangkan Muyasaroh yang juga angkatan 2009 tahu PMII dan HMI sejak SMA. Itupun sebelum diberi tahu Redaksi Langkah Awal ia tidak tahu apabila PMII merupakan ormek
Tapi, ada juga mahasiswa yang pernah samar-samar mendengar nama beberapa ormek antara lain  Muhammad Nurul Huda. “HMI itu Himpunan Mahasiswa Indonesia, ya?” Tanyanya balik. Ia pun mengira KAMMI—Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia—adalah sama dengan KAMI—Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia—sebagai wadah gerakan mahasiswa ’66. “Kalau KAMI, saya pernah mendengar waktu sekolah,” tambah Mahasiswa Teknik Elektro 2010 ini.
Ormek dan Dinamisasi Kampus
Berdasarkan Mubes III, ormek dan sejenisnya tidak dibolehkan melakukan kegiatan di lingkungan kampus ITS.  Tapi, belum semua mahasiwa tahu mengenai hal tersebut. Choliq yang merupakan Wakil Ketua Himpunan Mahasiwa Teknik Sipil justru baru tahu ketika diadakan Jaring Aspirasi Mubes IV oleh Tim Ad Hoc ke jurusannya. Ridwan juga baru tahu ketika membaca Langkah Awal edisi 7 (30 Mei-12 Juni 2011).
Meski begitu mereka tetap punya pandangan masing-masing terhadap peran ormek di kampus ini. Cholid misalnya, menganggap mahasiswa yang masuk ormek bisa tahu perkembangan politik. Sayangnya, tambah Cholid, “Pemikiran mahasiswa menjadi tidak independen karena adanya kepentingan-kepentingan ormek.” Oleh karenanya Cholid merasa ormek dibutuhkan jika melihat kondisi mahasiswa sekarang yang jarang mengkritisi kebijakan negara.
Arif yang diwawancarai di tempat terpisah memberi syarat apabila seorang mahasiswa masuk ke dalam lingkungan ormek yaitu harus memiliki ideologi umum seperti Tri Darma Perguruan Tinggi dan PFM (Peran Fungsi Mahasiswa). Jika mahasiswa sudah memiliki pengetahuan ini, ia sangat menyayangkan jika ada keputusan yang melarang mahasiswa untuk bergabung dalam ormek. Ketua Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) ini menilai pelarangan itu tidak boleh pukul rata untuk semua mahasiswa. “Untuk mahasiswa tahun pertama dan kedua peraturan tersebut tepat sasaran, namun kurang tepat jika ditujukan mahasiswa tahun ketiga dan atasnya.”
Muyasaroh berpendapat ormek dibutuhkan untuk dinamisasi kampus meskipun ia tidak sadar apabila ormek dilarang di kampus. Ridwan hampir berpandangan sama. “Karena di sini (kampus ITS, Red) tidak ada wadah seperti itu (ormek, Red) kebijakan kampus yang tidak sesuai tidak ada yang protes contohnya masalah kenaikan SPP,” keluhnya. Di jurusannya sendiri, program studi Design Manufaktur PPNS, kiprah ormek kurang maksimal sebab  organisasi dimatikan sehingga tidak ada gerakan sama sekali. “Setahu saya, tidak ada teman-teman yang ikut ormek.” Bahkan katanya lagi mahasiwa tidak tahu menahu pemilihan direktur sehingga terhadap kebijakan yang keluar pun mahasiswa manut saja.
Tapi tidak semua mahasiwa merasa yakin pemahaman politik hanya diperoleh apabila bergabung dengan ormek. Muhammad Nurul Huda misalnya yakin jika organisasi mahasiswa intra kampus sudah cukup untuk memberikan kesadaran politik bagi mahasiswa ITS. Lagipula, bagi mahasiswa seperti Adit yang tahu bahwa ormek ilegal, harus pintar memilih. “Jika dihadapkan dengan kepentingan personal, menurut saya jika ada nilai positif dari ormek tersebut, maka hal positif itu dapat diambil,” yakinnya.  Tetapi Mahasiswa Teknik Informatika Angkatan 2010 ini mengaku akan taat asas kalau dihadapkan dengan kepentingan KM ITS. “Saya tidak akan memilih ormek, karena sudah jelas ilegal!” Ucapnya bak bersumpah.(rifqy/samdy/arif/donny)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!