Oleh: Bung Yaumil*
Sebuah film beraliran thriller
yang berhasil menyajikan petualangan gua bawah tanah yang menghubung ke laut dengan
spektakuler. Seperti yang dibuktikan Titanic (1997) dan Avatar
(2009), tampilan audio visual yang begitu memukau memegang peranan
yang sangat penting dalam setiap film yang melibatkan nama James Cameron
(Produser Eksekutif) faktor yang tidak dapat disangkal menjadi titik penting
penghasil aliran emosi di dalam jalan cerita film tersebut.
Malam semakin gegap gempita, peserta diskusi masih
penasaran kisah apalagi yang akan dihadirkan dalam pemutaran film Sanctum, tak
banyak peserta diskusi kebebasan berfikir yang hadir namun cukup untuk membedah
sebuah film Hollywood dengan banyaknya memberi pesan-pesan yang luar biasa;
kisah nyata yang mengharukan dan tak dapat sedikit pun ditebak jalan ceritanya.
Kisah pun dimulai; ekspedisi telah berjalan selama
5 minggu, keputusasaan menyelimuti tim karena tak kunjung menemukan jalan yang
kabar sebelumnya bahwa ujung dari gua Esa-Ala adalah laut lepas, sangat
menggiuran untuk menjadi yang pertama menemukan jalan tersebut. Rintangan hadir
silih berganti. Tidak hanya itu, kabar akan datangnya badai besar yang dapat
menenggalamkan gua bawah tanah menyelimuti kegundahan tim. Namun badai yang
dikabarkan datang lebih cepat dan dan membuat beberapa tim termasuk Frank, Josh
dan Carl terjebak di dalam gua.
Esa-Ala adalah gua terbesar dan terpanjang di
dunia juga belum pernah sama sekali di jelajahi dan mereka telah menembus gua
sejauh 2 Km kedalam bumi. Tak mungkin kembali ke ujung gua, air telah membanjiri
dan satu-satunya jalan adalah terus menyusuri gua atau mati sia-sia. Perjuangan
yang tidak ringan, oksigen yang semakin menipis dan tidak adanya petunjuk yang
pasti—tekanan tanpa harapan.
“Seakan-akan besok adalah kematian tanpa ujung”
jelas Carl kepada Frank. Frank terus menyusuri gua dengan mantranya yang selalu
dia ucapkan kala menyelam; ”Di Xanadu ada Kubla Khan/Kesenangan-keputusan kubah/Dimana
Alph, sungai suci, mengalir/Melewati celah semua orang/Jauh kedalam laut tanpa
matahari.”
Rintangan yang paling berat adalah rasa lapar, bukan
itu saja; putus asa dan perpecahan terjadi di dalam tim. Frang yang keras, Carl
yang egois dan Josh muda yang penuh rasa ingin tahu mewarnai perjalanan
menemukan jalan keluar. Bahkan Carl yang telah putus asa dengan rasa lapar yang
tak tertahankan berani mencuri tabung oksigen terakhir dari Frank dan melarikan
diri. Bahkan begitu tertekannya Carl memakan daging kekasihnya yang telah mati.
Pengkhianatan ingin terus hidup adalah pesan utama
dari film ini. Seakan-akan kita lebih memilih untuk menghidari kematian bukan
melawannya untuk terus bertahan.
Bung Ucup, salah satu peserta berpendapat bahwa
orang mampu melakukan pengkhianatan hanya untuk hidup, senada dengan Bung Doni
bahwa kelaparan dan rasa takut adalah musuh utama manusia hingga manusia mampu
untuk melakukan segalanya dan menunjukkan sifat aslinya yang liar dan rakus.
Film tersebut berakhir akan kematian semua orang yang
ada di tim, kecuali Josh yang selamat. “Kematian menjadi sarat untuk menemukan
jalan keselamatan.” Jelas bung Yaumil. “berfikir dalam tekanan adalah kunci,
dan Franklah yang menjadi simbol tersebut.” namun sayangnya Frank juga harus berkorban
untuk anaknya.
Terkadang kita mampu untuk bermimpi yang
indah-indah
Terkadang kita mampu berfikir sesuatu yang sangat
baik
Terkadang kita mampu berteriak bahwa kitalah yang
paling hebat dan kuasa
Namun, bagaimana jika sebuah tekanan datang
Yang menekan otak dan dadamu tanpa ampun.
Masihkah kau mampu???
Salam Kebebasan Berfikir…
Surabaya,
Pagi buta 20 Agustus 2011
*Yaumil
F Gayo-KAM ITS
Diterbitkan
dalam buletin Langkah Awal edisi 14, 5-18 September 2011
Sebenernya semua bakal baik2 aja kalau si 1 orang itu ga aneh2- Carl Hurley- peran antagonis yang egois mau menang sendiri dari awal sampai akhir cerita; dari nyelem suka2 hati, curi tabung oksigen, makan mayat pacarnya sendiri, mukulin bapaknya si Josh.
BalasHapusAda pesan-pesan tertentu yang ingin disampaikan, misalnya, saat keadaan fisik sdh tidak memungkinkan, si tokoh (baca: petualang sejati) lebih memilih mati daripada tersiksa kesakitan & nyusahin semua orang.
(akhirnya kepala ayahnya si Josh dimasukin ke dalam air sampai mati kehabisan nafas)
Film yang sangat bagus buat orang-orang yang suka berpetualang! dan bikin kita lebih sadar kalau segala sesuatunya harus well prepared dan tidak boleh egois ..
Siiplah,
BalasHapusbanyak teman2 juga berkomentar jadi takut kl mau ekspedisi lg..
heheheh
ah...klu yg ikut kyk imot,kyknya dibuang aja kita ga rugi kok mil...
BalasHapushahahhahah
BalasHapusimot gk usah di ajak lg...
o ia udah baca Selimut Debu dan Garis Batas..
kisah backpacker yang luar biasa di negeri stan..
karya Agustinus wibowo
cerita nya menginspirasi bagaimana mengambil keputusan diantara diri kita yang harus di korbankan demi kemajuan pengetahuan
BalasHapus