Dipublikasikan juga di catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Samdy*
“Selamat Ultah Bung” dibuat untuk mengenang 4 pemimpin awal Republik ini yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, dan Bung Amir di hari ulang tahun mereka.
Siapakah manusia terbesar yang pernah dilahirkan bangsa ini? Soekarno.
Penilaian terhadap seseorang pasti tersandung subyektifitas. Setiap individu punya pilihannya sendiri. Benarlah apa kata pepatah Latin, de gustibus non est disputandum, soal selera tak bisa diperdebatkan. Begitupun terkait manusia terbesar negeri ini.
Apa gerangan yang membuat saya yakin bahwa Bung Karno lebih besar ketimbang yang lain? Seorang Hatta adalah manusia setengah dewa yang nyaris tanpa cela; Tan Malaka berani melawan Panglima Besar Komunis Dunia, Stalin, dan perumus awal “republik”; Soedirman panglima gagah berani; Soeharto Sang Bapak Pembangunan; dan masih banyak lainnya yang pantas lebih besar ketimbang seorang yang lahir pada 6 Juni 1901 tersebut.
Jasa dan dosa Soekarno
Tapi sebelumnya, apa sumbangan Bung Karno bagi bangsa ini? Paling tidak ada dua. Pertama, sebagai penggali Pancasila. Bagi bangsa ini, Pancasila―yang hari lahirnya pada 1 Juni―adalah solusi alternatif ideologi kanan-kiri yang katanya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Kedua, Bung Karno adalah Proklamator. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah puncak dari perjuangan ratusan tahun. Begitu banyak darah tumpah sebelumnya untuk mendapat kebebasan. Dalam masa itu muncul kesadaran bahwa perjuangan bersenjata tidaklah cukup, perlu kemampuan intelektual. Bung Karno adalah salah satu tokoh utamanya. Ia tampil dengan caranya, menjadikan partai sebagai alat perjuangan dan agitator rakyat yang 95 persen masih buta huruf.
Ia alami perihnya perjuangan. Bagaimana dinginnya sel penjara Sukamiskin di Bandung menembus kulit dan dibuang ke Ende yang jauh dari ”peradaban”. Tapi semua itu ikhlas diterima agar bangsanya tidak menjadi “budak di antara bangsa-bangsa”. Bahkan ketika Si Fasis Jepang menduduki negeri ini, ia rela menjadi aktor di balik pengerahan romusha. Hingga diproklamirkan-lah hadiah terbesar bagi umat manusia di manapun: kemerdekaan! Kita merdeka sebagai bangsa demi keyakinan bahwa setiap individu nantinya dapat memperoleh kebebasannya sendiri.
Jasa sebagai proklamator itulah yang konon membuat rezim Soeharto menganugerahi gelar pahlawan padanya. Apakah kalau Bung Karno tidak menjadi menjadi proklamator maka perihnya perjuangan selama 20 tahun tidak dianggap? Bung Karno oleh rezim Orde Baru sendiri pada mulanya justru dianggap pengkhianat. Ia dituduh terlibat dalam peristiwa G30S―yang digarismiringkan PKI― dengan segala data pendukungnya (baca buku Soekarno Files karya Antonie Dake).
Bung Karno pun dianggap bersalah dan jasanya dilupakan. Mahasiswa Angkatan ’66 yang membidani rezim Orde Baru menjelek-jelekkan Bung Karno. Saya pernah membaca salah satu tulisan mahasiswa zaman itu yang menganalogikan Bung Karno dengan tokoh wayang, Karna. Dalam cerita wayang, Karna adalah pengkhianat keluarga Pandawa. Nasib Karna yang tragis, kata si penulis, juga berlaku untuk Bung Karno yang akhirnya lengser.
Benarkah Bung Karno salah? Secara obyektif harus saya katakan, ya! Bung Karno sebagai presiden punya banyak ”dosa”. Ia menjadi diktator sejak Dekrit 5 Juli 1959. Musuh-musuh politiknya semisal Sjahrir, Natsir, Hamka, Mochtar Lubis dipenjara tanpa alasan jelas. Kawan seperjuangannya, Bung Hatta, sudah memperingatkan dalam Demokrasi Kita bahwa jalan Bung Karno keliru. Tapi Bung Karno hanya mendengar sambil lalu kritik-kritik yang menyasar padanya. Bung Karno menyerupai gaya diktator Gubernur Jenderal yang dulu ia benci. Pada masa kepemimpinannya Bung Karno membawa bangsa ini ke jurang kebangkrutan karena anggaran negara dihabiskan untuk membeli senjata dan menggunakannya untuk politik konfrontasi yang tiada guna. Begitu pun proyek-proyek mercusuar sebagai kamuflase keadaan rakyat yang menderita dan kelaparan. Tapi sampai sekarang saya masih bertanya, mengapa Bung Karno yang banyak salahnya itu masih dipuja-puja?
Mengapa terbesar?
Mungkin kita sendirilah yang tahu jawabannya. Kita lupa kesalahan-kesalahannya karena ia kita anggap antitesis pemimpin sekarang yang pengecut. Apalagi kita hidup dalam masa tanpa punya suatu apa. Bangsa ini telah kehilangan semua kebanggan yang dulu pernah diberikan.
Romantisme masa-masa ketika Singa Podium memberi makan bukan dengan nasi tapi pidato sepertinya dirindu. Kita berhasrat memiliki kebanggaan yang sekarang nyaris tidak kita punyai. Membaca halaman utama Kompas edisi 25 Mei 2011 dengan judul besar bahwa kekayaan alam kita dikuasi asing membuat saya sedih. Saya bayangkan dua juta orang yang membaca seperti saya; teringatkah akan kata-kata “go to hell with your aids” atau “lebih baik makan tempe daripada bistik”? Saya yakin semua akan berkata, ya! Tak terpikir mengapa rezim sekarang mau menjual negerinya sedangkan Bung Karno dulu anti pada penanaman modal asing.
Namun, apakah harus Soekarno yang bisa mengembalikan semuanya? Inilah pertanyaan yang bagi saya mengkhawatirkan. Mengapa? Karena saya tahu manusia Soekarno penuh dengan kesalahan dan kita tidak perlu kembali ke masa itu ataupun menginginkan zaman ini dipimpin oleh orang seperti dirinya. Yang menghendaki manusia Soekarno datang lagi ke masa sekarang secara tidak langsung menasbihkan ia sebagai Manusia Terbesar Indonesia.
Mengapa terbesar? Saya kira jawabannya sudah jelas: kesalahannya telah dilupakan! Manusia terbesar dengan demikian dapat berarti manusia yang tertutupi kesalahannya yang besar. Manusia terbesar tidak mengalami ”rusak susu sebelanga gara-gara nila beberapa titik”.
Bagi saya, tidak perlu kita punya manusia sebesar dirinya. Yang dibutuhkan bangsa ini adalah manusia “biasa”; manusia yang sedikit salahnya. Manusia biasa bukan hidup bermewah-mewah dalam penderitaan saudara-saudaranya. Manusia biasa punya standar moral dan pandangan kemanusiaan tinggi. Dan yang paling penting, manusia biasa akan menganggap biasa apa yang telah dilakukannya bagi orang lain, bagi bangsa ini. Lagipula, bukankah biasa juga kita mendengar apa yang saya katakan tadi?
Dengan kumpulan manusia-manusia biasa itu kita bukan menjadi bangsa dengan seorang manusia super seperti Soekarno, tapi menjadi BANGSA BESAR. Cukup..., cukuplah kalau begitu hanya ada satu Manusia Indonesia Terbesar. Jangan sampai bangsa ini nanti menghasilkan manusia yang sama dan beresiko membawanya ke lubang gelap—setelah sebelumnya ia terangi. Semoga Tuhan mengampuni semua kesalahannya itu.
Kepada Putra Sang Fajar di pembaringannya di Blitar saya ucapkan: Selamat ulang tahun, Bung!
*Samdysara Saragih-Teknik Fisika ITS
Saya sangat kagum dengan bung karno.Apalagi baca buku tentang percintaannya :x
BalasHapushahaha...
tapi satu yang tidak saya suka adalah beliau banyak istri-______-