Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 8 (13 – 26 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Imot*
Gie, sapaan akrab Soe Hok Gie merupakan pemuda Indonesia keturunan China. Gie dilahir pada 17 Desember 1942 dari rahim Nio Hoe An. Ayah Gie adalah Soe Lie Pit yang juga seorang novelis.
Sejak masih sekolah, Gie sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan yang berada di pinggiran jalan kota Jakarta bersama kakaknya Soe Hok Djin yang dikenal dengan nama Arief Budiman. Bahkan sejak masih Sekolah Dasar (SD), Gie sudah membaca karya-karya sastra dari tokoh-tokoh besar dunia, seperti karya Pramoedya Ananta Toer, Gandhi, Marxis, dll. Saat di sekolah dasar. Gie masih satu sekolah dengan kakaknya Soe Hok Djin.
Setelah lulus sekolah dasar, Gie berbeda sekolah dengan Soe Hok Djin. Gie memilih sekolah menengah pertamanya di Strada, daerah Gambir. Dan Soe Hok Djin, kakaknya, memilih sekolah di Kanisius.
Pengalaman yang buruk pun diterima Gie di sekolah, Gie hampir tinggal kelas sewaktu sekolah menengah pertama. Namun Gie tidak yakin bahwa kenyataan yang di terimanya adalah sebuah kebenaran, Gie merasa diperlakukan secara tidak adil. Nilai ujian yang seharusnya 8, dikurangi oleh gurunya menjadi 5. Menurut Gie, hal tersebut merupakan balas dendam dari guru yang pernah dikritik olehnya. Kemudian Gie pun pindah ke sekolah Kristen Protestan yang mengijinkannya untuk melanjutkan ke kelas tiga tanpa mengulang kelas duanya.
Setelah lulus sekolah menengah, Gie melanjutkan ke sekolah menengah atas Kanisius jurusan Sastra. Pada masa inilah minat Gie tehadap sastra dan sejarah semakin mendalam, bahkan semenjak SMA, Gie mulai menulis dengan modal wawasan dan analisanya yang tajam. Dengan begitu Gie melahirkan buah pikiran yang menghantam segala ketimpangan sosial. Ada hal baik yang berhasil diukir di masa SMA ini, Gie dan juga kakaknya berhasil lulus dengan nilai yang tinggi. Kemudian mereka melanjutkan ke Universitas Indonesia. Gie memilih fakultas sastra jurusan sejarah, sedangkan Hok Djin, memilih fakultas Psikologi.
Saat kuliah, Gie menjadi aktifis kemahasiswaan. Bersama Herman Lantang dan jugan kawan-kawan Gie lainnya, Gie tidak sepakat dengan adanya organisasi-organisasi yang membawa kepentingan partai untuk masuk ke dalam kampus. Dia sempat ditawarkan oleh temannya di Universitas Indonesia untuk masuk ke dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Namun Gie menolaknya dengan tegas.
Gie mendukung Herman Lantang untuk menjadi ketua Senat Fakultas Sastra. Gie merasa adanya ketidak benaran di dalam Senat Fakultasnya. Orang-orang yang menjadi calon adalah orang-orang yang terlalu kuat untuk didomplengi. Gie dan Herman memberantas orang-orang yang mempunyai keberpihakan politik dalam Senat Fakultasnya.
Banyak yang meyakini bahwa gerakan yang dilakukan Gie berpengaruh terhadap jatuhnya rezim Soekarno, Gie termasuk orang pertama yang mengkritik tajam rezim orde lama itu.
Gie sangat kecewa dengan sikap teman-teman seangkatannya yang di era demonstrasi tahun ‘66 mengritik dan mengutuk para pejabat pemerintah, namun selepas mereka lulus, berpihaklah mereka kapada pemerintah dan melupakan visi dan misi yang di usung angkatan ‘66. Gie memang bersikap oposisi dan sulit untuk diajak kompromi.
Selain itu Gie juga mendirikan Mapala UI. Bersama teman-teman Mapala inilah, Gie berencana menaklukkan Gunung Semeru yang tingginya 3.676 m dari permukaan laut. Sebelum berangkat Ke Gunung Semeru pada tanggal 8 Desember 1969, Gie menuliskan sebuah catatan yang isinya: “Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke Semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat.”
Cerita hidup tentang Gie berakhir di Gunung Semeru. Soe Hok Gie meninggal tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 yaitu 16 Desember 1969 karena menghirup udara beracun dari gunung Semeru. Dia meninggal bersama kawannya Idhan Dhanvantari Lubis.
*M Rifqy-Teknik Sipil ITS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!