Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 8 (13 – 26 Juni 2011) dan catatan akun FB: Langkah Awal-ITS
Oleh: Bung Donny*
Aku akan berada di depan menjadi pedang dan tameng di saat genting. Aku akan menjadi orang terakhir yang mengecup kemenangan. Aku adalah pembela rakyatku. Rakyat bangsa mana yang tidak terenyuh saat mengetahui pemimpinnya berkata seperti itu, dengan realisasi tentunya. Masihkah ada harapan untuk memiliki pemimpin seperti itu? Tidak adakah satu orang dari dua ratus juta jiwa penduduk bangsa ini yang dengan ikhlas mau mengabdikan diri demi kemakmuran bangsanya?
Kami hanyalah rakyat jelata yang tak memiliki daya ataupun kuasa. Kami serahkan, kami titipkan, kami percayakan bangsa ini untuk engkau pimpin wahai Tuanku. Kami ingin engkau eksploitasi kekayaan bangsa kita untuk rakyat semata, bukan untuk rakyat negeri di seberang sana. Kami ingin engkau mengolahnya sendiri untuk kepentingan bangsa ini, bukan menyerahkan ke bangsa asing untuk mengolahnya. Engkau ini pembela atau…
Kami sering mendengar para pesimistis berkata “Bangsa ini belum mampu mengolah sendiri kekayaan alamnya”. Kami tak percaya dengan semua itu wahai Tuanku. Bangsa kita ini bangsa yang besar dan hebat. Kota tempat aku menulis ini, adalah kota dimana pada tahun 45an rakyatnya mampu mengalahkan Inggris dengan semangat luar biasa. Kalaupun bangsa ini belum mampu, maka buatlah kami mampu. Berikan kami pendidikan yang layak hingga kami mampu mengolah kekayaan bangsa ini. Tapi lihatlah, engkau malah membuat suatu kebijaksanaan yang menyebabkan harga pendidikan melambung. Engkau ini durjana atau…
Kami pernah mendengar kegigihan salah seorang pemimpin Kuba dalam membela rakyatnya, Fidel Castro namanya. Si pencerutu ini rela berperang, bergerilya untuk menjatuhkan penguasa yang lalim. Tuhan pun memberi kemenangan untuknya. Di puncak kepemimpinan yang hingar bingar, Castro sama sekali tidak pernah lupa untuk siapa selama ini dia berjuang. Pria bercambang ini memberikan pendidikan dan kesehatan yang layak bagi rakyatnya. Dengan gagah berani ditolaknya kapitalisme. Castro menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang menyedot kekayaan Kuba. Castro tidak ingin menjadi budak kapitalis. Gentar! tidak ada kata itu dalam perjuangannya. Castro tidak pernah ambil pusing walaupun akan menjadi musuh negara Adikuasa—Amerika. Hanya kemakmuran rakyat Kuba yang ada dalam pikiran dan benaknya. Dengan sepenuh hati kami pun yakin Fidel Castro adalah PEMBELA BUKAN DURJANA.
Kalau Amerika latin terlalu jauh untuk pembanding bagi Tuan, masih ada saudara kita sesama bangsa Asia, Mahmoud Ahmadinejad—David di tengah Goliath dunia. Kami yakin engkau pasti tahu bahkan mengenalnya. Tuanku, dia pernah berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu. Engkau pastinya dapat melihat respon masyarakat kita, masyarakat mengelu-elukannya. Tidak kah engkau malu menerima fakta bahwa rakyatmu lebih mengelukannya daripada dirimu, Tuanku? Berikan kami sedikit waktu untuk membahas kehidupan seorang pemimpin besar dari negeri Iran itu, agar engkau tahu betapa hebatnya dia, Tuanku. Dia tidak menyebarkan foto-foto ataupun gambar dirinya saat kampanye, bagaimana denganmu, Tuanku? Berapa dana yang engkau habiskan untuk kampanyemu? Dia tidak menerima upah untuk kepemimpinannya, bagaimana denganmu, Tuanku? Yang pernah kami dengar engkau malah bercerita tentang upahmu yang tidak kunjung naik, Tuanku. Dia tinggal bersama keluarganya di perkampungan terpencil, betahkah dirimu dengan keadaan seperti itu, Tuanku? Bahkan Ahmadinejad pernah memarahi ananknya karena terlalu lama menggunakan internet, karena dia tak mampu membayar biaya internet. Sekali lagi, dengan sepenuh hati kami yakin Mahmoud Ahmadinejad adalah seorang PEMBELA BUKAN DURJANA.
Akhir-akhir ini kami dengar Melynda Dee—Si Kancil dari Citibank—akan menjalani operasi untuk kanker payudaranya menggunakan dana Jamkesmas. Kebijaksanaan yang benar-benar meremukkan hati kami rakyat jelata. Kami heran mengapa engengkau lebih memilih seorang kriminal daripada rakyatmu yang berlinang air mata mengharapkan bantuan untuk kesehatannya. Engkau ini bagaimana atau kami harus bagaimana? Engkau ini pembela atau…
Bangsa ini benar-benar penuh dengan warna Tuanku. Tapi yang kami sayangkan megapa harus penuh dengan warna yang menodai kearifan bangsa ini, bukan penuh dengan warna yang memanjakan mata, yang memancarkan keindahan. Jika sang garuda terbang mengelilingi tanah air tercinta ini, dan melihat keadaan bangsa ini, aku ragu sang garuda masih bersedia bersanding denganmu. Sang garuda mungkin akan lebih memilih membentangkan sayapnya untuk rakyatmu sebagai tempat berteduh dari panas dan hujan.
Menjadi seorang pemimpin memang tidak mudah Tuanku, tapi bukankah engkau sendiri yang menawarkan diri menjadi seorang pemimpin? Jadi berhentilah untuk mengeluh manja Tuanku, kami sungguh sudah muak dengan semua itu. Dengarkan jeritan rakyatmu yang terlantar di jalan, yang menangis menahan lapar, yang terlentang di rumah kumuhnya menahan sakit. Kami benar-benar tak berdaya, Tuanku. Kami ingin engkau membantu kami Tuanku, bukan menggelembungkan perutmu dan golonganmu. Kami ingin engkau menjadi pembela bagi kami.
Pendahulumu, Soekarno, adalah pembela kami. Kami bangga pernah mempunyai seorang pemimpin seperti dia. Kami merindukan pemimpin seperti dia. Kami tak menyuruhmu menjadi seseorang yang bertopeng Soekarno. Jadilah dirimu sendiri, tapi gunakanlah nuranimu secara penuh Tuanku. Kami yakin dengan begitu rakyatmu akan mencintaimu. Karena bagi kami orang biasa lebih berhak mendapat penghargaan dari pada seorang durjana bermahkota.
Rujukan: Ahmadinejad!, Inilah Presiden Radikal; Eko prasetyo
*Donny M Virgiawan-Matematika ITS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!