Oleh: Bung Ucup*
Kita semua tentu tahu
kapan negara Indonesia merdeka. Dengan rentetan sejarah perlawanan bangsa
Indonesia terhadap pemerintah kolonial yang terjadi selama ratusan tahun. Telah
lahir begitu banyak pejuang dan tokoh-tokoh perlawanan bangsa. Ir. Soekarno
sebagai Presiden pertama yang menjadi kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan negara Indonesia dengan Mohammad Hatta sebagai wakilnya.
Semua itu telah
menjadi pengetahuan yang sudah tidak diragukan lagi, semua bangsa di Indonesia
telah tuntas mengetahuinya. “Merdeka!” Sebuah seruan yang tidak asing lagi bagi
bangsa Indonesia. Sebuah pekik nasional yang awalnya terdiri dari dua kata
yaitu “Indonesia Merdeka”, karena dirasa terlalu panjang kemudian diganti
menjadi “Merdeka”.
Berkali-kali bung
Karno pernah melantunkannya di saat rapat samodra, akan tetapi bukanlah dia
pencetus sekaligus pelopor seruan tersebut. Namun Otto Iskandar Dinata lah
orang pertama yang menyerukan kata “Indonesia Merdeka”. Tepat pada tanggal 20
Agustus 1945 seruan tersebut diteriakkan dengan suara lantang olehnya di tangga
gedung Jawa Hookookai (Perhimpunan Kebaktian Jawa)—sekarang
gedung Mahakamah Agung .
Otto Iskandar Dinata
merupakan seorang pejuang kemerdekaan yang lahir pada tanggal 31 Maret 1897 di
Bojongsoang, kecamatan Dayeuh Kolot, kabupaten Bandung. Dia merupakan anak
ketiga dari sembilan bersaudara, merupakan putra dari seorang bangsawan Sunda
bernama Nataatmaja. Seorang ayah yang mempunyai pemikiran yang cukup maju
dengan disekolahkannya Otto Iskandar Dinata ke Holland Indlasche School (HIS)—sekarang
sekolah setingkat SD —di Bandung.
Pria berwajah gagah garang
itu di masa kecilnya merupakan anak yang nakal tetapi memiliki sifat yang
sangat jujur. Dia mampu dan berani mengatakan mana yang benar dan mana yang
salah. Setelah selesai menamatkan HIS, Otto melanjutkan pendidikannya ke
Kweekschool Onderbouw (Sekolah Guru Bagian Pertama) juga di Bandung. Sekolah
yang juga disebut sekolah raja karena tanggal berdirinya bersamaan dengan
kelahiran Ratu Wilhelmina—salah satu ratu
Belanda.
Setelah lulus, Otto
melanjutkan pendidikannya di Hogere Kweekschool (Sekolah Guru Atas) di
Purworejo, Jawa Tengah. Setelah menyelesaikan sekolahnya, Otto kemudian menjadi
guru HIS di Banjarnegara. Kemudian, pada bulan Juli 1920 dia dipindahkan ke
Bandung. Disana, Otto mengajar HIS bersusbsidi dan Perkumpulan Perguruan Rakyat.
Kota Bandung menjadi
tempat awal Otto mulai aktif di pergerakkan politik yang di awali dengan
menjabat sebagai Wakil Ketua Boedi Oetomo cabang Pekalongan serta merangkap
sebagai Komisaris Hoofdbestuur Boedi Oetomo.
Selain aktif di
pergerakkan politik, Otto juga salah satu orang yang hobi olahraga, termasuk
sepak bola. Hobi yang ditekuninya sampai dewasa. Hal ini terbukti ketika dia pernah
menjadi Ketua Umum Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung (Persib).
Pada tahun 1928, Otto
masuk ke dalam sebuah organisasi bernama Pagoeyoeban Pasoendan cabang Jakarta dan
langsung menjadi Sekretaris Pengurus Besar Organisasi, waktu itu Otto pindah ke
Jakarta dan menjadi guru HIS Muhammadiyah. Pada Desember 1929 Otto terpilih
sebagai Ketua Pengurus Besar Pagoeyoeban Pasoendan sampai pada tahun 1945.
Pada masa
kepemimpinannya, Pagoeyoeban Pasoendan mengalami kemajuan pesat di bidang
politik, ekonomi, sosial, pers, dan pendidikan. Berawal dari gerakan
kebudayaan, Pagoeyoeban Pasoendan kemudian menyelami juga pergerakan politik.
Pagoeyoeban Pasoendan menitikberatkan perjuangannya di Volksraad (Dewan Rakyat),
Otto menjadi anggota Volksraad sebagai perwakilan dari Pagoeyoeban Pasundan
pada tanggal 15 Juni 1931 dan tercatat sebagai anggota Volksraad yang vokal
pada tahun 1931-1934. Terbukti dengan beberapa pidatonya yang fenomenal.
Seperti yang satu ini:
“Saya kira, Tuan ketua tak usah diberi petunjuk lagi tentang keadaan
alam yang penuh dengan contoh-contoh yang memperlihatkan bahwa hasrat untuk
bebas itu sudah menjadi sifat. Cobalah lihat, hewan bia rpun diikat atau
dikurung, tetapi mereka tetap mencoba akan melepaskan diri. Sejarah tiap negara
cukup memberi pelajaran bahwa setiap bangsa yang dijajah mengorbankan segala
sesuatu untuk meningkatkan derajat bangsa dan tanah airnya yang dalam keadaan
dihina.”
Pidato diatas
diucapkan seorang Otto Iskandar Dinata dalam suatu sidang Volksraad. Otto dikenal sebagai seseorang yang berani dan non
kooperatif terhadap penjajahan. Keberanian dan kejujuran selalu mewarnai
ucapan-ucapan dan pidato-pidatonya. Sehingga dia dijuluki “Si Jalak Harupat”
yang dalam perumpamaan Sunda mengandung arti lincah dan tajam lidahnya seperti
burung Jalak.
Tahun 1945, Otto
Iskandar Dinata menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) dan duduk pada PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). Otto Iskandar Dinata juga ikut merancang UUD 1945. Dalam sidang
PPKI tanggal 19 Agustus 1945, Otto mengusulkan agar Soekarno dipilih menjadi
Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden, kemudian semua anggota sidang
menyetujui usulan tersebut secara aklamasi—persetujuan secara
lisan dari semua peserta rapat sehingga tidak memerlukan pemungutan suara lagi.
Pasca Indonesia merdeka,
Otto Iskandar Dinata diangkat menjadi Menteri Keamanan Negara yang pertama.
Dalam kedudukan tersebut dia menghilang penuh misteri pada akhir tahun 1945
hingga 1959 ketika terungkap bahwa ia dibunuh oleh seorang Polisi bernama
Mujitaba di pantai Mauk, Tangerang.
Berdasarkan cerita
putranya Mayjend (Purn) Sentot Iskandar Dinata: “Makam almarhum Pak Otto Iskandar
Dinata sampai sekarang belum ditemukan”. Secara simbolis, segenggam tanah yang
menurut keterangan beberapa saksi di Mauk, dari sekitar tempat dimana terjadi
pembunuhan kejam tersebut diatas, telah dibawa oleh keluarga almarhum dan
kemudian ditanam di Lembang, sebelah utara kota Bandung. Yang selanjutnya
disebut sebagai taman makam pahlawan.
Kemudian pada tanggal
6 November 1973, dengan keluarnya keppres No.088/TK/1973 yang menyatakn bahwa Otto
Iskandar Dinata ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah RI. Otto
Iskandar Dinata, seorang pahlawan yang tidak asing dalam kehidupan kita karena hampir
setiap hari kita melihat gambarnya yang diabadikan pada uang pecahan dua puluh
ribuan.
Seorang pelopor pekik
nasional “Merdeka” dengan semangat, kejujuran dan keberaniannya dalam berbicara
serta mengatakan kebenaran telah menjadikannya sebagai inspirator bagi kita
semua sebagai generasi bangsa yang harus mampu mengatakan kebenaran dengan
keberanian. Salam Kebebasan Berpikir.
Sumber
: sejarawanmuda.wordpress.com, kaskus.us, balaibahasajambi.org, luckymulyadisejarah.wordpress.com,
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
*Nurul
Mausuf-Matematika ITS
i love you Otista
BalasHapusi love you nova
BalasHapusmaksih sobat... ane namanya fatmafati sobat...
BalasHapusJalak itu bukan nama burung jalak. Jalak itu kata dalam bahasa Sunda yang merupakan sejenis ayam yang sangat berani.
BalasHapusBagus
BalasHapusNama jujukannya diabadikan menjadi nama Stadion Sepakbola yang berlokasi di Kec.Kutawaringin Kab.Bandung dengan nama: STADION SI JALAK HARUPAT.
BalasHapus