Presiden pertama Indonesia pernah mengatakan ketakutannya terhadap kekuatan sebuah tulisan, begini kira-kira: “Saya lebih takut kepada kuli pena dari pada seribu tentara pemegang senjata”, besar pengaruh tulisan terhadap paradigma yang tercipta. Semoga Langkah Awal bisa menjadi opinion centre yang positif bagi garda isu mahasiswa ITS. Edisi ke 6 disambut oleh hari Kebangkitan Nasional, dengan itu redaksi Langkah Awal mencoba mengangkat headline Beasiswa Bidik Misi agar kebangkitan rakyat kecil bisa terus di perjuangkan.
Senin, 16 Mei 2011
Tepat Bidikkah ‘Bidik Misi’?
Sejak dikeluarkan PP 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, setiap perguruan tinggi negeri (PTN) wajib menyediakan alokasi kursi sebanyak 20 persen untuk mahasiswa kurang mampu. Program yang dinamai Bidik Misi tersebut mulai berlaku pada tahun ajaran 2010/2011. Mahasiswa penerima Bidik Misi memperoleh beasiswa berupa biaya pendidikan dan biaya hidup tiap bulannya. Bagaimanakah jalannya program tersebut di kampus ITS?
“Kebenaran” Prinsip 3T Bidik Misi
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2010 meluncurkan program Beasiswa Bidik Misi (BBM) untuk memberikan beasiswa dan biaya pendidikan kepada 20.000 mahasiswa dan atau calon mahasiswa dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu dan berprestasi.
Osama Belum Mati
Oleh: Bung Samdy*
Selama perbedaan masih ada, terorisme takkan pernah habis.
Terorisme bukanlah hal yang asing dalam sejarah umat manusia. Agama berkisah bahwa manusia pertama sudah diteror oleh makhluk bernama setan alias iblis sehingga mereka jatuh dalam dosa. Bahkan hingga kini, setanlah yang pertama kali disalahkan apabila manusia berbuat dosa. Manusia pertama itu kemudian beranak-pinak hingga lahirlah beragam bangsa. Tidak hanya itu, setiap bangsa bahkan memiliki agamanya sendiri. Mereka percaya adanya kekuatan supranatural dan menafsirkan-Nya sesuai tempat mereka berada. Tak heran, setiap bangsa punya Tuhan dan ibadahnya sendiri.
Saatnya NII Ber-Chaiya Chaiya
Masih segar dalam ingatan goyangan Briptu Norman Kamaru dengan lagu Chaiya Chaiya yang diambil dari salah satu film Bollywood-Dil Se. Bak durian jatuh, senusantara mengenalnya. Tiga minggu berselang, sebuah fenomena menarik mampu menyedot banyak perhatian. Negara Islam Indonesia (NII) kembali unjuk gigi, begitulah media-media mem-blow up isu. Namun, tidak semua orang mampu membuka ingatan mengenai organisasi yang telah ada sejak 1929 tersebut.
Sedikit Mengupas Kisah NII
Minggu, 15 Mei 2011
Polemik Legalisasi Ganja
Oleh: Bung Yoga*
Disclaimer: Penulis bukan pemakai, pecandu maupun pengedar ganja. Melihat secara langsung saja tidak pernah.
Pada 7 Mei 2011 terjadi demonstrasi di sekitaran Tugu Tani, Jakarta Pusat. Gempar, demo yang diadakan bukan demo masalah kinerja DPR atau kenaikan harga. Demo kali ini diadakan oleh Lingkar Ganja Nusantara dalam usahanya untuk mensosialisasikan kegunaan ganja dan mengeluarkan ganja dari narkotika Golongan I, bukan untuk melegalkan ganja. Aksi demo berjalan damai tanpa ada aksi “menghisap” ganja dari peserta demo.
Raden Mas Soewardi Suryaningrat
Seorang pria kelahiran 2 Mei 1899 silam yang telah menorehkan tinta emas bagi sejarah bangsa ini. Kota pendidikan—Yogyakarta—menjadi tempat pertamanya menatap dunia. Putra kebanggan K.P.A. Suryaningrat dan R.A. Sandiah. Dialah Raden Mas Soewardi Suryaningrat yang lebih kita kenal dengan Ki Hadjar Dewantara. Salah seorang yang sangat berjasa dalam membangun pendidikan di Indonesia. Pendidikan dasarnya diselesaikan di Europeesche Lagere School (ELS). Sempat melanjutkan ke STOVIA namun tidak sampai tamat.
Timor Timur dan Gerakan Separatis
Oleh: Bung Samdy*
Timor Timur mungkin akan terus tercatat sebagai salah satu cerita kelam bangsa ini. Masih belum lekang dari ingatan provinsi ke-27 Indonesia itu lepas dari NKRI setelah jejak pendapat pada Agustus 1999 lalu. Tapi ada pepatah dalam bahasa Latin yang artinya kurang lebih “sejarah adalah guru kehidupan”. Timor Timur hendaknya menjadi pelajaran bagi bangsa kita agar kejadian yang sama tidak terulang lagi. Dalam rangka inilah diadakan diskusi pada 6 Mei lalu di mana Bung Donny bertindak sebagai pengantar wacana.
Selasa, 03 Mei 2011
Dari Redaksi (edisi 05)
Perubahan
“Tidak ada yang tetap, semua berubah”, begitulah perkataan Heraklitus yang sering kita dengar. Dunia ini terus berubah dalam dimensi ruang ataupun waktu. Perubahan itu tidak bisa dihindarkan sebab ia selalu mengejar, menuntut, dan mengendalikan kita.
Adolf Hitler pernah bermimpi akan “kerajaaan” 1000 tahunnya. Ia yang menjadi kanselir pada tahun 1933 mendamba ras Arya memimpin dunia selama itu. Segala cara di luar akal sehat dilabrak; manusia non-Arya dibinasakan.
‘Suro’, ‘Boyo’, ‘Jancok’; Budaya atau Bahaya
Suro : Ni gua Yo, masak loe gk kenali suara gua?
Boyo : Gua sopo yo, “guatel” ta?
Suro : Ini gua, coba diinget-inget.
Boyo : Gua! Konco ku sing jenenge gua cuma loro. Lek gak “guatel” ya “guaplek”.
Suro : Gimana sih loe! ini gua. Suro.
Boyo : Juancok Suro, kon kok gak matek-matek?
Sekilas dialog film pendek, Grammar 2. Bahasa yang sangat kental persahabatan dan khas Suroboyoan. Begitulah Cak ikin meracik film indie yang pernah menembus 3 besar Peksiminas VIII (2006).
Brimob; dari Pemerkosa hingga Pejoget
Oleh: Bung Samdy*
Apa yang dapat dinilai dari kepopuleran Norman Kamaru? Saya kira tidak ada yang luar biasa. Apa yang dialami Norman lumrah saja terjadi di era multimedia saat ini.
Tapi ada sisi lain. Norman adalah anggota Brigade Mobil (Brimob) berpangkat brigadir polisi satu (briptu). Bagi saya, cerita tentang Brimob memiliki kisah kelam tersendiri, karena salah satu korps polisi itu pernah menorehkan luka bagi sebagian orang.
Dan Inilah…Sebenarnya Indonesiaku
Oleh: Bung Rafli*
Antara tanggal 15-24 April 2011, saya dan 13 mahasiswa ITS lainnya berkesempatan untuk menggali kearifan budaya di Palembang dalam rangka Festival Teater Mahasiswa Naisonal (festamasio ) V yang diselenggarakan oleh Teater Gabi Universitas Sriwijaya. Perjalanan Surabaya-Palembang jalur darat selama 3 hari 2 malam. Kemudian merasakan terik mentari dan sepoian ramah angin malam kota “ampera” selama 6 hari. Dan akhirnya kembali ke hingar bingar kota yang terkenal dengan ikon ‘suro’ dan ‘boyo’ 3 hari berikutnya. Menyadarkan saya akan kekayaan warna, keberagaman budaya, dan kesenjangan status sosial masyarakat. Yang akhirnya berujung pada satu pernyataan “Inilah Sebenarnya Indonesiaku”.
“Globalisasi¹ ???”
Oleh: Jeng Yanti*
Zaman berkembang semakin tak menentu. Pembangunan menjadi alasan untuk melakukan perubahan besar-besaran. Di daerah berkembang, hampir seluruh lahan kosong diubah menjadi gedung-gedung tinggi dan mewah. Berlomba – lomba memajukan pembangunan daerah adalah solusi tepat untuk bertahan di tengah persaingan yang ketat. Sistem pendidikanpun tidak dirancang sesuai kebutuhan Sumber Daya Manusia, namun disusun menyesuaikan kurikulum pendidikan yang bertujuan mempersiapkan daya saing. Seperti itulah kondisi yang terjadi di era globalisasi. Apakah Indonesia telah siap menghadapi Globalisasi yang sesungguhnya?
Marsinah : Tokoh buruh Indonesia
Memperingati Hari Buruh, 01 Mei 2011
Wanita yang lahir pada 10 April 1969 adalah salah satu tokoh dalam sejerah perjuangan kaum buruh. Anak nomor dua dari tiga bersaudara ini merupakan buah kasih antara Sumini dan Mastin. Sejak usia tiga tahun, Marsinah telah ditinggal mati oleh ibunya. Bayi Marsinah kemudian diasuh oleh neneknya—Pu’irah—yang tinggal bersama bibinya—Sini—di desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur.
SMPN 5 Nganjuk adalah saksi tumbuhnya seorang wanita pekerja keras tersebut. Hidupnya serba kekurangan
Freedom Writers : Nilai Sebuah Kehidupan
Oleh: Bung Donny*
Sebuah film drama Amerika yang disutradarai Richard LaGravenese dan telah dirilis 5 januari 2007 lalu. Diangkat dari sebuah buku yang berdasarkan kisah nyata, “The Freedom Writers Diary”. Dengan tokoh utama Erin Gruwell yang diperankan oleh Hillary Swank. Mengisahkan bagaimana perjuangan seorang guru dalam mengajar murid-muridnya untuk menemukan “kebebasan”. Film yang dapat menjadi bahan renungan dan inspirasi.
Langganan:
Postingan (Atom)