Rabu, 07 September 2011

Mahasiswa yang Mahal


kampus.okezone.com

Oleh: Bung Ucup*
“Haduh...besok senin sudah masuk kuliah, kok sebentar sekali ya? semoga saja diundur.”
Ungkapan yang berisi keluhan dan harapan seorang mahasiswa yang secara tidak sengaja melompat keluar dan terdengar oleh alam. Begitukah ungkapan seorang mahasiswa yang masih ingin berlibur panjang? Apa sudah bosan? Untuk kembali ke bangku kuliah di dalam ruangan ber-AC dan dididik oleh pengajar-pengajar yang berderet titel disematkan pada namanya.
Melakukan aktivitas untuk mengembangkan potensi diri selama masih menjadi mahasiswa. Libur panjang semester genap yang diisi dengan meluapkan rasa rindu dengan kampung halaman. Di kampung halaman, memang tidak ada aktivitas keseharian yang bermacam-macam seperti di kampus.
“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Begitulah kata Bung Karno. Memang kemalasan, ketidakjujuran ataupun keegoisan bangsa ini sepertinya sudah mendarah daging. Seperti menjajah bangsanya sendiri dengan berbagai kemalasan yang selalu didahulukan hingga menyisihkan kewajiban akan status yang disandang. Mewarnai profesi, aktivitas, proses belajar ataupun kegiatan dengan ketidakjujuran dan mementingkan egoisme pribadi ataupun golongnan daripada kepentingan bangsa. Butuh berapa tahun lagi untuk membangun bangsa yang genap berumur 66 tahun ini menjadi lebih baik?
Jika bangsanya masih bermalas-malasan, berkutat dengan berbagai bentuk ketidakjujuran dari mulai mencontek hingga korupsi.
Bulan bersejarah bagi bangsa Indonesia memang sudah terlewatkan, tentu tidak terlewatkan begitu saja untuk bangsa yang baik yang mau mengenang dan menghargai jasa para pahlawannya.
“Sekali merdeka tetap merdeka.”
Seringkali kita mendengarkan ataupun mengucapkan kata tersebut. Kata-kata bersejarah yang telah diwariskan, bukan tanpa tujuan oleh orang-orang terdahulu. Terselip sebuah makna yang masih tanda tanya. Mengapa “sekali merdeka tetap merdeka”? Mengapa bukan “sekali merdeka tambah merdeka?” Begitu kata Sujiwo Tejo.
Apa sebenarnya bangsa pendahulu kita ingin generasi penerus bangsanya hanya menikmati kemerdekaan saja? Hanya merdeka ataupun terbebas dari penjajah. Mungkin saat itu belum ada penjajah yang bukan bangsa asing.
Tentunya tidak mungkin begitu pragmatisnya pemikiran para generasi bangsa terdahulu ini. Saya yakin kalau para generasi pendahulu kita mewariskan kata itu tidak hanya ingin bangsa kita statis dan hanya menikmati kemerdekaan yang sempit. Terbebas dan bersih dari penjajah bangsa asing.
Sebenarnya kita masih jauh dari kata merdeka dalam esensi yang sesungguhnya. Tentunya tidak hanya merdeka dari bangsa penjajah tetapi juga merdeka dari Kapitalisme, Imperialisme ataupun dari kebodohan.
Menjadi mahasiswa, baik yang baru yang sedang diperhatikan dan dimanjakan ataupun mahasiswa lama yang selalu menjaga eksistensi dari krisis eksistensi selama masih menyandang status ‘maha’. Status yang tersematkan dengan biaya yang ‘mahal’ pula. Sekilas mencermati suatu kasus yang sudah tidak jarang kita jumpai di kampus ini. Bukankah kuliah di kampus ini tidak murah? Bukankah jika ingin mendapatkan bantuan—bernama beasiswa—yang ingin didapatkan dengan indeks prestasi yang tinggi hanya bisa didapatkan dengan kuliah?
Dengan nilai tinggi pun rasanya tak cukup untuk mendapatkannya, mungkin juga harus secepat kilat menyodorkan transkrip nilai yang telah diraih dengan kerja keras. “Siapa cepat dia dapat”, mungkin pepatah itu memang benar. Dengan begitu biaya yang telah dibayar itu tidak lagi terasa mahal dan itulah mungkin hasil yang memang pantas untuk membayar nilai tinggi yang didapatkan dengan; (sekali lagi) bekerja keras. Mungkin  jika masih ingin tidak rugi, harus mengajukan lagi dan lebih cepat lagi dengan nilai yang tinggi yang belum tentu bisa didapatkan lagi, sepertinya harus benar-benar dimanfaatkan.
Mendapatkan lebih banyak keuntungan untuk memenuhi kebutuhan pribadi tentunya. Bagaimana mahasiswa yang lain yang lebih membutuhkan? “Siapa lebih cepat maka dapat lebih banyak”. Apa untuk yang satu ini harus benar juga?
Saya yakin untuk menempuh pendidikan memang membutuhkan biaya. Tapi apa praktik prinsip ekonomi seperti itu harus ada di kampus ini? mencari dan memanfaatkan untuk memenuhi biaya-biaya itu. Mengejar semua kesempatan hingga menyisihkan beberapa orang yang lebih membutuhkan. Dengan mencanangkan nilai tinggi hanya untuk kepentingan yang tidak bisa dibanggakan. Untuk berfoya-foya, berbelanja pakaian, makan-makan, ataupun hanya untuk membeli barang-barang elektronik baru.
Rela mengorabankan bangsa sendiri yang lebih membutuhkan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti itu yang tak pernah terpuaskan. Di negeri ini sudah banyak Kapitalisme yang telah menjalar kemana-mana. Yang seharusnya diperangi dan bukan dipelihara ataupun dipraktikkan apalagi di kampus.
Banyak sekali rakyat kecil yang miskin semakin miskin dan para investor asing maupun lokal yang semakin bergelimang uang dengan memandang segala bentuk kegiatannya dari segi ekonomi. Selalu mengusahakan berbagai kepentingan dan harapan yang bisa menjanjikan keuntungan yang besar tanpa memperhatikan keadaan sekitar. Mencanangkan berbagai target hanya untuk melabeli murah dan mahal, lagi-lagi hanya karena status mahasiswa.
Seperti inilah wajah bangsa indonesia saat ini yang hanya bisa mengaku kemerdekaan yang merupakan hasil perjuangan bangsa pendahulu kita. Tanpa menyempurnakan kemerdekaan itu dengan memberantas segala bentuk penjajahan modern yang masih eksis di negeri ini. Apa pejuang bangsa ini sudah letih untuk membangun negeri? dan tak ada lagi pejuang yang takkan pernah letih membangun negeri. Kata itu hanya bisa kita dengar dari banyak mahasiswa yang mengumandangkannya. Bukan dilihat dari mahasiswa yang mewujudkannya. Tentu semua berharap mahasiswa bisa menjadi pejuang yang memang benar-benar tak pernah letih membangun negeri ini. Menjadi bangsa yang menyempurnakan kemerdekaan yang sudah 66 tahun dirasakan. Itulah mahasiswa yang berlabel mahal.
*Mausub-Mahasiswa Matematika ITS
Diterbitkan dalam buletin Langkah Awal edisi 14, 5-18 September 2011

6 komentar:

  1. - Semangat kemerdekaan
    - Korupsi
    - Mahasiswa penipu berkedok beasiswa
    - Mahasiswa Mahal ??? parameternya apa?? apa yang yang sudah di keruk dari seorang mahasiswa dari uang rakyat dan negara.

    belum mendapatkan apa yang saya tangkap dari judul..
    Kritik bebas kan cup...hahaha

    BalasHapus
  2. Saya sepakat dengan mbak Ika..
    judul dengan tulisan masih belum klop..
    penulis juga lagi dalam masa proses..

    namun alangkah baiknya jika mbak Ika bisa main ke tim redaksi atau kita yg mengundang mbak Ika utk berdiskusi permasalahan yang di tanyakan..
    karena kemunginan besar penyelesaian dengan tulisan masih sangat terbatas..
    yang berdampak kita terjebak dalam partisipasi yang hanya skedar skeptis comment....

    bagi saya tulisan itu kurang fokus saja..
    dan bagi opini, tidak ada parameter atau standart yang harus di tepati (Opini: Pandangan)

    BalasHapus
  3. Kalau mau nyindir, menurut ku jangan pakai terminologi 'mahasiswa mahal' cup,soalnya orang2 jaman sekarang tuh semakin dilabeli 'mahal' malah semakin berbangga diri . Lebih 'Clebb' kalau pakai terminologi 'mahasiswa murahan' . Hahaha. Lagian kalo beli majalah,koran,tiket teater,seminar dsb kan biasanya ada 'harga mahasiswa' tuh,dan biasanya lebih murah dari harga normal,trs mahasiswa2 sekarang kan banyak yang 'menggadaikan diri' demi nilai lah,demi gengsi lah,ini lah,itu lah . Jadi yaah, murahan gitu deh. Haha.

    Oh ya,saran dikit aku cup. Tulisan mu iki terlalu banyak ' kalimat majemuk bertingkatnya ',kalo bisa dalam satu kalimat itu jangan banyak '...yang......yang....yang....'. Jadi seperti kata ika dan yaumil,terkesan kurang fokus.ai terminologi 'mahasiswa mahal' cup,soalnya orang2 jaman sekarang tuh semakin dilabeli 'mahal' malah semakin berbangga diri . Lebih 'Clebb' kalau pakai terminologi 'mahasiswa murahan' . Hahaha. Lagian kalo beli majalah,koran,tiket teater,seminar dsb kan biasanya ada 'harga mahasiswa' tuh,dan biasanya lebih murah dari harga normal,trs mahasiswa2 sekarang kan banyak yang 'menggadaikan diri' demi nilai lah,demi gengsi lah,ini lah,itu lah . Jadi yaah, murahan gitu deh. Haha.

    Oh ya,saran dikit aku cup. Tulisan mu iki terlalu banyak ' kalimat majemuk bertingkatnya ',kalo bisa dalam satu kalimat itu jangan banyak '...yang......yang....yang....'. Jadi seperti kata ika dan yaumil,terkesan kurang fokus.

    BalasHapus
  4. Waduh...ngehang tadi iku,jadi komen ku ke 'copypaste', sorry yo... Semoga maksudku bisa tetep dimengerti.

    BalasHapus
  5. Makasih banyak buat Bung/Jeng Staccato

    BalasHapus
  6. wah lama gak buka blog ini...ternyata masih rame ya..hahahaha


    pak yaumil :

    boleh..kapan bisa saya di undang diskusi...
    saya gak pernah dapat jarkom kalau ada diskusi..

    BalasHapus

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!