kampus.okezone.com |
Oleh: Bung Ucup*
“Haduh...besok
senin sudah masuk kuliah, kok sebentar sekali ya? semoga saja diundur.”
Ungkapan yang berisi keluhan dan harapan seorang
mahasiswa yang secara tidak sengaja melompat keluar dan terdengar oleh alam. Begitukah
ungkapan seorang mahasiswa yang masih ingin berlibur panjang? Apa sudah bosan?
Untuk kembali ke bangku kuliah di dalam ruangan ber-AC dan dididik oleh
pengajar-pengajar yang berderet titel disematkan pada namanya.
“Perjuanganku lebih mudah karena
mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu
sendiri.”
Begitulah
kata Bung Karno. Memang kemalasan, ketidakjujuran ataupun keegoisan bangsa ini
sepertinya sudah mendarah daging. Seperti menjajah bangsanya sendiri dengan
berbagai kemalasan yang selalu didahulukan hingga menyisihkan kewajiban akan
status yang disandang. Mewarnai profesi, aktivitas, proses belajar ataupun
kegiatan dengan ketidakjujuran dan mementingkan egoisme pribadi ataupun
golongnan daripada kepentingan bangsa. Butuh berapa tahun lagi untuk membangun
bangsa yang genap berumur 66 tahun ini menjadi lebih baik?
Jika
bangsanya masih bermalas-malasan, berkutat dengan berbagai bentuk
ketidakjujuran dari mulai mencontek hingga korupsi.
Bulan
bersejarah bagi bangsa Indonesia memang sudah terlewatkan, tentu tidak
terlewatkan begitu saja untuk bangsa yang baik yang mau mengenang dan
menghargai jasa para pahlawannya.
“Sekali merdeka tetap merdeka.”
Seringkali
kita mendengarkan ataupun mengucapkan kata tersebut. Kata-kata bersejarah yang
telah diwariskan, bukan tanpa tujuan oleh orang-orang terdahulu. Terselip
sebuah makna yang masih tanda tanya. Mengapa “sekali merdeka tetap merdeka”? Mengapa
bukan “sekali merdeka tambah merdeka?” Begitu kata Sujiwo Tejo.
Apa
sebenarnya bangsa pendahulu kita ingin generasi penerus bangsanya hanya
menikmati kemerdekaan saja? Hanya merdeka ataupun terbebas dari penjajah.
Mungkin saat itu belum ada penjajah yang bukan bangsa asing.
Tentunya
tidak mungkin begitu pragmatisnya pemikiran para generasi bangsa terdahulu ini.
Saya yakin kalau para generasi pendahulu kita mewariskan kata itu tidak hanya
ingin bangsa kita statis dan hanya menikmati kemerdekaan yang sempit. Terbebas
dan bersih dari penjajah bangsa asing.
Sebenarnya
kita masih jauh dari kata merdeka dalam esensi yang sesungguhnya. Tentunya
tidak hanya merdeka dari bangsa penjajah tetapi juga merdeka dari Kapitalisme,
Imperialisme ataupun dari kebodohan.
Menjadi mahasiswa, baik yang baru yang sedang
diperhatikan dan dimanjakan ataupun mahasiswa lama yang selalu menjaga
eksistensi dari krisis eksistensi selama masih menyandang status ‘maha’. Status
yang tersematkan dengan biaya yang ‘mahal’ pula. Sekilas mencermati suatu kasus
yang sudah tidak jarang kita jumpai di kampus ini. Bukankah kuliah di kampus
ini tidak murah? Bukankah jika ingin mendapatkan bantuan—bernama beasiswa—yang
ingin didapatkan dengan indeks prestasi yang tinggi hanya bisa didapatkan
dengan kuliah?
Dengan nilai tinggi pun rasanya tak cukup untuk
mendapatkannya, mungkin juga harus secepat kilat menyodorkan transkrip nilai
yang telah diraih dengan kerja keras. “Siapa cepat dia dapat”, mungkin pepatah
itu memang benar. Dengan begitu biaya yang telah dibayar itu tidak lagi terasa
mahal dan itulah mungkin hasil yang memang pantas untuk membayar nilai tinggi
yang didapatkan dengan; (sekali lagi) bekerja keras. Mungkin jika masih ingin tidak rugi, harus mengajukan
lagi dan lebih cepat lagi dengan nilai yang tinggi yang belum tentu bisa
didapatkan lagi, sepertinya harus benar-benar dimanfaatkan.
Mendapatkan lebih banyak keuntungan untuk memenuhi
kebutuhan pribadi tentunya. Bagaimana mahasiswa yang lain yang lebih
membutuhkan? “Siapa lebih cepat maka dapat lebih banyak”. Apa untuk yang satu
ini harus benar juga?
Saya yakin untuk menempuh pendidikan memang membutuhkan
biaya. Tapi apa praktik prinsip ekonomi seperti itu harus ada di kampus ini?
mencari dan memanfaatkan untuk memenuhi biaya-biaya itu. Mengejar semua
kesempatan hingga menyisihkan beberapa orang yang lebih membutuhkan. Dengan
mencanangkan nilai tinggi hanya untuk kepentingan yang tidak bisa dibanggakan. Untuk
berfoya-foya, berbelanja pakaian, makan-makan, ataupun hanya untuk membeli
barang-barang elektronik baru.
Rela mengorabankan bangsa sendiri yang lebih
membutuhkan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti itu yang tak pernah
terpuaskan. Di negeri ini sudah banyak Kapitalisme yang telah menjalar
kemana-mana. Yang seharusnya diperangi dan bukan dipelihara ataupun dipraktikkan
apalagi di kampus.
Banyak sekali rakyat kecil yang miskin semakin
miskin dan para investor asing maupun lokal yang semakin bergelimang uang dengan
memandang segala bentuk kegiatannya dari segi ekonomi. Selalu mengusahakan
berbagai kepentingan dan harapan yang bisa menjanjikan keuntungan yang besar
tanpa memperhatikan keadaan sekitar. Mencanangkan berbagai target hanya untuk
melabeli murah dan mahal, lagi-lagi hanya karena status mahasiswa.
Seperti inilah wajah bangsa indonesia saat ini
yang hanya bisa mengaku kemerdekaan yang merupakan hasil perjuangan bangsa
pendahulu kita. Tanpa menyempurnakan kemerdekaan itu dengan memberantas segala
bentuk penjajahan modern yang masih eksis di negeri ini. Apa pejuang bangsa ini
sudah letih untuk membangun negeri? dan tak ada lagi pejuang yang takkan pernah letih membangun negeri. Kata itu hanya
bisa kita dengar dari banyak mahasiswa yang mengumandangkannya. Bukan dilihat
dari mahasiswa yang mewujudkannya. Tentu semua berharap mahasiswa bisa menjadi
pejuang yang memang benar-benar tak pernah letih membangun negeri ini. Menjadi
bangsa yang menyempurnakan kemerdekaan yang sudah 66 tahun dirasakan. Itulah
mahasiswa yang berlabel mahal.
*Mausub-Mahasiswa
Matematika ITS
Diterbitkan
dalam buletin Langkah Awal edisi 14, 5-18 September 2011
- Semangat kemerdekaan
BalasHapus- Korupsi
- Mahasiswa penipu berkedok beasiswa
- Mahasiswa Mahal ??? parameternya apa?? apa yang yang sudah di keruk dari seorang mahasiswa dari uang rakyat dan negara.
belum mendapatkan apa yang saya tangkap dari judul..
Kritik bebas kan cup...hahaha
Saya sepakat dengan mbak Ika..
BalasHapusjudul dengan tulisan masih belum klop..
penulis juga lagi dalam masa proses..
namun alangkah baiknya jika mbak Ika bisa main ke tim redaksi atau kita yg mengundang mbak Ika utk berdiskusi permasalahan yang di tanyakan..
karena kemunginan besar penyelesaian dengan tulisan masih sangat terbatas..
yang berdampak kita terjebak dalam partisipasi yang hanya skedar skeptis comment....
bagi saya tulisan itu kurang fokus saja..
dan bagi opini, tidak ada parameter atau standart yang harus di tepati (Opini: Pandangan)
Kalau mau nyindir, menurut ku jangan pakai terminologi 'mahasiswa mahal' cup,soalnya orang2 jaman sekarang tuh semakin dilabeli 'mahal' malah semakin berbangga diri . Lebih 'Clebb' kalau pakai terminologi 'mahasiswa murahan' . Hahaha. Lagian kalo beli majalah,koran,tiket teater,seminar dsb kan biasanya ada 'harga mahasiswa' tuh,dan biasanya lebih murah dari harga normal,trs mahasiswa2 sekarang kan banyak yang 'menggadaikan diri' demi nilai lah,demi gengsi lah,ini lah,itu lah . Jadi yaah, murahan gitu deh. Haha.
BalasHapusOh ya,saran dikit aku cup. Tulisan mu iki terlalu banyak ' kalimat majemuk bertingkatnya ',kalo bisa dalam satu kalimat itu jangan banyak '...yang......yang....yang....'. Jadi seperti kata ika dan yaumil,terkesan kurang fokus.ai terminologi 'mahasiswa mahal' cup,soalnya orang2 jaman sekarang tuh semakin dilabeli 'mahal' malah semakin berbangga diri . Lebih 'Clebb' kalau pakai terminologi 'mahasiswa murahan' . Hahaha. Lagian kalo beli majalah,koran,tiket teater,seminar dsb kan biasanya ada 'harga mahasiswa' tuh,dan biasanya lebih murah dari harga normal,trs mahasiswa2 sekarang kan banyak yang 'menggadaikan diri' demi nilai lah,demi gengsi lah,ini lah,itu lah . Jadi yaah, murahan gitu deh. Haha.
Oh ya,saran dikit aku cup. Tulisan mu iki terlalu banyak ' kalimat majemuk bertingkatnya ',kalo bisa dalam satu kalimat itu jangan banyak '...yang......yang....yang....'. Jadi seperti kata ika dan yaumil,terkesan kurang fokus.
Waduh...ngehang tadi iku,jadi komen ku ke 'copypaste', sorry yo... Semoga maksudku bisa tetep dimengerti.
BalasHapusMakasih banyak buat Bung/Jeng Staccato
BalasHapuswah lama gak buka blog ini...ternyata masih rame ya..hahahaha
BalasHapuspak yaumil :
boleh..kapan bisa saya di undang diskusi...
saya gak pernah dapat jarkom kalau ada diskusi..