historica.com.br |
Oleh: Bung Rafli*
Pada awalnya Chico Mendes tidak pernah sadar dan
tidak pernah berniat untuk menyelamatkan dunia. Ia hanya melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan selama hidup menjadi penyadap
karet di dalam hutan hujan Amazon. Ia tergerak dari penindasan dan eksploitasi
berlebihan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang berkepentingan di Brazil—termasuk
pemerintahannya yang korup. Hati nuraninyalah yang membuat Chico Mendes,
seorang yang tidak pernah bersekolah, menjadi pahlawan dunia, pahlawan hutan
hujan tropis.
Menjadi penyadap karet tentu bukan keinginan pribadi seorang Chico Mendes. Ia tidak pernah berharap untuk dilahirkan dalam hutan Amazon, mengalami penindasan dan penyiksaan sekian tahun lamanya, melakukan perlawanan bersama anggota perserikatan, dan menjadi ancaman serius bagi para pengembang lahan dan pemerintah. Pada akhirnya, sejarahlah yang membuktikan bahwa kelahirannya di Acre, sebuah provinsi di negara bagian Xapuri Brasil yang sebagian wilayahnya terdiri dari hutan Amazon, memiliki arti yang sangat dalam bagi keberlangsungan hidup umat manusia.
Chico Mendes lahir pada tanggal 15 Desember 1944.
Ayahnya adalah salah satu dari ratusan pemuda yang dibawa dari timur laut
Brazil menuju Acre untuk mengumpulkan karet guna memenuhi kebutuhan perang
dunia ke II. Sekitar tahun 1945, perang dunia ke II berakhir, hal itu membuat
kebutuhan akan karet menurun, beberapa orang harus berjuang keras untuk bisa
kembali ke daerah asalnya yang berjarak kurang lebih 2000 mil (3200 km). Sedang beberapa orang lainnya, yang tak
sanggup keluar dari Acre, terpaksa menetap di dalam Amazon dan terus menjadi
penyadap karet. Seringueiro adalah
sebutan bagi mereka para penyadap karet di Amazon dan Chico Mendes adalah
generasi kedua seringueiro di hutan Amazon, Acre, Brasil.
Chico Mendes menjadi seringueiro sejak umur 9 tahun. Ia tidak pernah mengenyam bangku
pendidikan, karena memang para cukong melarang adanya fasilitas pendidikan di
daerah tersebut. Agar masyarakat seringueiro
tidak protes ketika para cukong membohonginya tentang jumlah berat timbangan
getah karet yang dikumpulkan seringueiro
dari pedalaman Amazon. Hal itulah yang menyebabkan
Chico Mendes buta huruf dan angka sedari kecil. Beruntung Chico Mendes bertemu
dengan Euclides Fernández Távora saat usianya menginjak 14 tahun, ia mulai
belajar membaca, menulis, dan menghitung angka bersamanya, majalah dan koran
lama yang dibawa oleh Tavora menjadi bahan pembelajaran yang berarti bagi Chico
Mendes. Pandangan Chico Mendes terhadap dunia luar semakin terbuka dengan radio
lama yang dibawa oleh Travora.
Chico Mendes adalah salah satu anak dari 17
bersaudara, hanya 6 orang anak yang mampu bertahan hidup. Di Acre tidak tersedia
fasilitas medis yang memadai, koran A
Provincia Lakukan Para memberitakan bahwa dari 50.000 orang yang terdaftar
sebagai penyadap karet ketika perang dunia ke-II berlangsung, 23.000 orang
diantaranya meninggal akibat kekurangan makanan dan tidak adanya pertolongan
medis. Bapa Turrini, seorang misionaris juga mencatat bahwa ada 838 dari 1000
anak yang meninggal sebelum menginjak usia 1 tahun di Acre.
Pada awal 1970’an, pemerintah Brazil yang dipimpin
oleh Emilio Medici mengembangkan kebijakan baru untuk membuka lahan di Amazon
guna memenuhi kebutuhan daging sapi. Pemerintah korup itu bekerja sama dengan
peternak sapi setempat dalam membuka lahan di Amazon. Ratusan hektar hutan
Amazon dibakar habis dalam usahanya untuk membuka lahan peternakan sapi. Juga
ratusan pohon ditebang guna pembuatan jalan yang memudahkan para peternak sapi
mendapatkan akses transportasi. Kebijakan pemerintah Brazil tersebut terkenal
dengan slogan, “the land without man to man without land.”
Para politikus yang memerintah saat itu menutup
matanya dan menjadi buta akan kondisi sosial yang sebenarnya terjadi dalam
Amazon. Ada puluhan suku penduduk asli, ratusan seringueiro, dan penduduk lainnya yang mengalami kemiskinan luar
biasa. Apalagi ditambah dengan ditebangnya pohon-pohon di Amazon, niscaya
membuat mata pencaharian satu-satunya penduduk Acre terkikis habis.
Perlawanan yang dilakukan oleh para seringueiro dimulai dari ceramah
misionaris di gereja setempat. Mereka menjelaskan hak-hak dasar para seringueiro yang harus dibela
mati-matian. Agar tanah yang selama ini menompang hidup mereka tidak dirusak
oleh segelintir orang dengan keuntungan ekonomi yang singkat. Pada tahun 1975
berdiri pertama kali Serikat Pekerja ‘Syndicato’, yang dipimpin oleh Wilson
Pinheiro dan Chico Mendes. Mereka mengajak para seringueiro untuk bersatu bersama-sama melawan penindasan yang
terjadi.
Wilson Pinheiro ditembak mati oleh peternak sapi
setempat di pertengahan tahun 1980. Chico Mendes langsung mengambil alih
kepemimpinan di Syndicato dan menghimbau para anggotanya untuk tidak membalas
dengan kekerasan. Tapi terlambat, pemerintah mengambil tindakan represif untuk
menenangkan gejolak yang terjadi Acre, beberapa anggota perserikatan ditangkap,
dijebloskan dalam penjara, dan disiksa, termasuk Chico Mendes. Akan tetapi hal
tersebut bukannya menyurutkan perlawanan, sebaliknya perjuangan para anggota
perserikatan semakin meningkat.
Perjuangan Chico Mendes tidak sendirian, Adrian
Cowell, seorang sutradara film dokumenter dari Inggris mengenalkan fenomena
yang terjadi di Amazon kepada dunia. Dari pembakaran hutan, pemotongan pohon
secara liar, pembuatan jalan, juga perlawanan Chico Mendes dan kawan-kawannya
dalam menyelamatkan daerah mereka dari ancaman kehidupan.
Secara politis, perlawanan yang dilakukan Chico
Mendes semakin menguat pada tahun 1985. Ia membantu Partido dos Trabalhadores
(PT), sayap kiri partai politik yang dipimpin oleh Luiz Inacio Lula da Silva
(kelak menjadi pemimpin di Brazil). Peran Chico Mendes mulai diperhatikan oleh
pemerintah Brazil. Di tahun itu pula Chico Mendes menghelat pertemuan pertama
serikatnya di ibu kota Brazil. Beberapa perkumpulan para seringueiro di kota
lain hadir pada forum tersebut. Dari diskusi yang terjadi dalam pertemuan
tersebut, Chico Mendes mengenalkan konsep ‘Extrative Reserve’ untuk hutan
Amazon pada dunia. Sebuah konsep yang menyatakan bahwa cadangan alam harus
terus dijaga, sebab dalam hutan Amazon tidak hanya terdiri dari pohon karet
yang diambil getahnya, melainkan ada ribuan spesies, tanaman obat-obatan yang
tumbuh di dalamnya.
Pada maret tahun 1987, Chico Mendes terbang ke
Washington DC mencari dukungan kepada Inter-American Development Bank, World
Bank, dan Kongres Amerika untuk mendukung upayanya dalam merealisasikan
‘Extrating Reserves’. Chico Mendes
mendapat juga mendapatkan penghargaan Better World Society Prize dari Ted
Turner, pemilik CNN dan Global 500 Award of The Uniterd Nations. Dalam salah
satu kesempatan pidatonya di muka umum (dunia), Chico Mendes berkata:
“Pada
awalnya aku berpikir bahwa aku berjuang untuk menjaga keberlangsungan hidup
para penyadap karet, kemudian aku berpikir bahwa aku berjuang untuk
menyelamatkan hutan hujan Amazon. Sekarang aku sadar, bahwa aku berjuang untuk
kemanusiaan.”
Kiprahnya di dunia internasional semakin
mengukuhkan perjuangannya untuk melindungi hutan Amazon dari perusakan
besar-besaran yang terjadi hampir selama dua dekade sejak tahun 1970. Tapi di
dalam Amazon sendiri, pemotongan pohon secara liar terus terjadi. Peternak sapi
setempat Darly Alves da Silv terus membuka lahan baru untuk memperluas
peternakannya. Hingga pada akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk
menjaga kelestarian hutan Amazon dan melarang segala bentuk penebangan pohon
dan perusakan hutan lainnya. Peternak Darly Alves da Silva pun terpaksa mundur.
Pada 6 Desember 1988, Chico Mendes menjadi
pembicara dalam seminar mengenai Amazon di universitas Sao Paolo Brasil. Dalam pidatonya
ia mengatakan:
“Aku tidak
menginginkan bunga, sebab aku tahu bahwa kamu memetiknya dari dalam hutan. Yang
saya pikirkan dan inginkan adalah kematian saya kelak membantu untuk
menghentikan pembunuhan oleh mereka yang mendapat perlindungan dari aparat
berwenang Acre, yang sejak tahun 1975 telah membunuh lebih dari 50 orang
Amazon. Seperti saya dan para tokoh penyadap karet lainnya yang telah bekerja
keras untuk menyelamatkan hutan hujan Amazon dan membuktikan bahwa pembangungan
tanpa penghancuran adalah mungkin.”
chicomendes.com |
Pada tanggal 22 Desember 1988, di usianya yang ke-40, tepat satu minggu
pasca hari kelahirannya. Chico Mendes dibunuh oleh penembak gelap di sekitar
rumahnya. Ia meninggalkan seorang istri dan dua orang anak yang masih kecil.
Dua tahun pasca tragedi itu, pemerintah Brasil berhasil menangkap tersangka pelaku
pembunuhan, yaitu peternak sapi Darly Alves da Silva.
Kisahnya divisualisasikan oleh sutradara John Frankenheimer dalam
sebuah film bergenre drama dokumenter dengan judul “The Burning Season”.
Sumber: www.chicomendes.com, www.global500.org, http://es.wikipedia.org/wiki/Chico_Mendes, https://dongants.wordpress.com/2009/11/20/jejak-samar-chico-mendes/
*R
Arif Firdaus Lazuardi-Mahasiswa Matematika ITS
Diterbitkan
dalam buletin Langkah Awal edisi 14, 5-18 September 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!