Sabtu, 26 November 2011

Beginilah Hidup Kami


Foto: Petugas kebersihan ITS. Diambil saat Reportase Langkah Awal edisi 11 (18-31 Juli 2011).
Rabu, 16 November 2011 tim redaksi Langkah Awal (LA), meneruskan masalah yang belum tuntas. Membuka kembali kasus petugas kebersihan ITS yang pada edisi sebelumnya dikabarkan akan diberhentikan. Setelah mencari-cari, akhirnya didapatkan satu alamat yang bisa dituju. Rumah tersebut adalah rumah dari Ibu Sukarni. Sudah sejak tahun 1999 Ibu Sukarni menjadi petugas kebersihan ITS. Rumah yang cukup untuk menjadi tempat bernaung itu terletak di daerah Kejawan Gebang.
Terdapat sebuah kios kecil di depan rumahnya yang juga tidak kalah kecilnya. Obrolan pun terjadi. Setelah diklarifikasi ulang, ternyata memang benar bahwa petugas kebersihan yang wanita sejak setelah hari raya Idul Fitri kemarin telah diberhentikan oleh ITS. Otomatis penghasilan untuk keluarga pun berkurang.

Ibu Sukarni mengaku setelah berhenti dari ITS, dia bekerja seadanya, seperti mencuci baju dan menyetrika baju di kompleks perumahan dosen. Menurut Ibu Sukarni, ada 13 orang petugas kebersihan ITS wanita yang diberhentikan.
Setelah Langkah Awal bertanya-tanya, ada hal yang sangat mencengangkan. Ternyata para petugas kebersihan yang diberhentikan itu dijanjikan pesangon, tapi ironisnya sampai saat ini pesangon itu belum turun juga. Tentunya dengan formalitas tanda tangan yang berulang-ulang. Ibu Sukarni sendiri tidak tahu menahu tanda tangan untuk apa itu—Ibu Sukarni tidak bisa baca tulis. Menurut pengakuan Ibu Sukarni tanda tangan itu berlangsung cepat.
Ibu Sulasih mengatakan hal yang senada tentang pemberhentian tanpa pesangon itu. Meskipun tanggal 16 September para ibu-ibu petugas kebersihan yang telah diberhentikan sudah menagih pesangon yang belum keluar, tanggapan dari birokrasi lagi-lagi masih diproses.  
Setelah diberhentikan, keseharian Ibu Sulasih untuk menyambung hidup hanyalah dengan mencari sampah dan bantu cuci piring di penjual gado-gado di sebelah Lab Bahasa. “Dulu sebelum diberhentikan sebenarnya sudah dijanjikan kalau akan dikasih pesangon mas, tapi belum dikasih-kasih sampai tiga bulan ini. Sampai putus asa mas! Kalau memang dikasih ya alhamdulillah, kalau tidak, ya tidak apa-apa. Namanya juga orang kecil mas, bisa apa,” tutur Ibu Sulasih dengan muka memelas yang baru saja kehilangan kakaknya minggu lalu.
Pada 17 November 2011, Tim Langkah Awal kembali menemui mantan petugas kebersihan ITS, Ibu Nursiyah. Nasib Ibu Nursiyah pun tak jauh berbeda dengan Ibu Sukarni atau pun Ibu Sulasih. Jika Ibu Sukarni dan semua anaknya sudah berkeluarga, maka Ibu Nursiyah masih harus mengentaskan anaknya yang masih sekolah di tingkat SMP dan SMA seorang diri.
Sebanyak Rp 85.000 tiap bulan dia keluarkan untuk biaya sekolah anaknya (@ Rp50.000 untuk yang SMA dan Rp 35.000 untuk yang SMP). Wanita berkerudung itu juga menyewa sebidang tanah di Kejawan Gebang seharga Rp 500.000,00 per tahun. Tak sampai disitu, gubuk itu beratap asbes dan berdinding bambu berlapis spanduk bekas.
Setelah diberhentikan Ibu Nursiyah hanya mengais rezeki dari uang hasil mengumpulkan botol-botol bekas setiap harinya. Ibu Nursiyah menjual hasil pengumpulan sampah itu seminggu sebanyak dua kali. Setiap penjualan, Ibu Nursiyah mendapatkan uang berkisar Rp 90.000 sampai Rp 143.000. “Sampah membawa berkah mas, walaupun pekerjaan ini hina yang penting halal,” aku Ibu Nursiyah.
Semenjak lebaran memang Ibu Nursiyah sudah tidak bekerja sebagai petugas kebersihan di ITS. Tetapi dia masih sering berkunjung ke kampus setiap hari untuk memungut sampah. Pernah suatu hari Ibu Nursiyah hendak memunguti sampah di dekat parkiran BAAK, kemudian salah satu anggota Satuan Keamanan Kampus (SKK) menegurnya. Bahkan ketika wanita tua itu akan menjelaskan maksudnya, malah bentakanlah yang dia terima lalu dengan usiran yang tak manusiawi sama sekali.
Tak hanya menceritakan tentang kerjanya sebagai mantan petugas kebersihan kampus, Ibu Nursiyah juga menceritakan banyak sekali pengalaman hidupnya. Mulai dari pengkhianatan seorang suami yang tega menelantarkannya bersama kedua anaknya dan kabur ke Kalimantan tanpa ada kabar sampai sekarang.
Sambil mengupas sayur terong yang hendak dimasak sore itu, Ibu Nursiyah juga berbagi pengalamannya ketika mendapatkan beberapa baju bekas yang di buang ketika mencari sampah di dekat jurusan Fisika.Ibu Nursiyah sangat bersyukur karena bajunya masih bisa dipakai.Dia juga bilang kalau seumur-umur tidak pernah beli baju, waktu lebaran kemarin Ibu Nursiyah juga sangat senang karena ada pemberian baju untuk anak-anaknya yang bisa dipakai untuk merayakan hari raya lebaran.
Meskipun hanya dirayakan di sebuah gubuk kecilnya yang terletak tepat di depan WC umum karena tidak ada uang untuk merayakan lebaran di kampung halamannya, Lamongan. Seorang ibu yang hanya sempat mengenyam pendidikan sampai kelas IV SD di Jember ini, mempunyai harapan besar untuk kedua anaknya supaya menjadi seorang yang berhasil.
Pada tanggal 18 November 2011, Langkah Awal ke BAUK untuk mengklarifikasi masalah petugas kebersihan tersebut. Menurut Pak Siswono pemberhentian ibu-ibu petugas kebersihan itu tidak dilakukan secara seenaknya, tapi sudah ada evaluasi sebelumnya. Di evaluasi itu didapatkan bahwa ibu-ibu petugas kebersihan membuang sampah tidak pada tempatnya, di selokan, menyebabkan banyak warga yang protes.
Alasan lainnya, menurut pihak birokrasi kerjanya tidak efektif karena hanya dua jam setiap harinya, dari jam 7 sampai jam 9. “Rapat itu juga tidak dilakukan mendadak,” ujar Pak Siswono. Pak Siswono juga mengakui memang ibu-ibu petugas kebersihan itu adalah pekerja harian. Sehingga gajinya pun dihitung per hari, tetapi dibayarkan setiap bulan bukan setiap hari. Otomatis saat libur atau tanggal merah ibu-ibu petugas kebersihan itu tidak mendapat gaji.
Lantas bagaimana jika ada yang sakit? Pak Siswono tetap menegaskan tidak ada alasan, sakit walaupun ada surat dokter tetap dianggap tidak masuk kerja, sehingga tidak berhak untuk mendapat gaji. Saat ditanyakan masalah pesangon yang menjadi hak ibu-ibu tersebut, Pak Siswono mengaku sudah mengajukan masalah tersebut ke atasan, tetapi hampir tiga bulan sejak diberhentikan belum juga ada kejelasan masalah pesangon tersebut. Hingga alasan “masih diproses” jadi senjata yang ampuh jika ada yang menanyakan masalah pesangon—alasan khas birokrasi.
Apakah ada rencana bagi petugas kebersihan untuk dipanggil lagi? jawaban sementara masih belum. Padahal menurut pengakuan salah seorang mantan petugas kebersihan ITS, akan ada pemanggilan kembali, memang tidak semua. Ibu yang memberi tahu itu mendapat informasi dari mantan mandornya dulu, Bapak Solekan. (Doni/Ucup)

3 komentar:

  1. Go Ahead langkah Awal
    bahas yg berbau kemanusiawian saja jgn POLITIK ya

    BalasHapus
  2. astaghfirullah, sy terenyuh sekali mmbca artikel ini. apa ada yg bisa kita lakukan y untk membantu? sy siap membantu.

    BalasHapus
  3. oke bung fauzi, rencana akan ada obrolan lebih lanjut mengenai advokasi mslsh ini, ntar kami hubungi,...(kirim no hp aj bung, bisa via email k langkah awal ato email saya: lazuardi.dp@gmail.com

    BalasHapus

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!