Foto: Petugas kebersihan ITS. Diambil saat Reportase Langkah Awal edisi 11 (18-31 Juli 2011). |
Rabu, 16 November 2011 tim redaksi Langkah Awal
(LA), meneruskan masalah yang belum tuntas. Membuka kembali kasus petugas
kebersihan ITS yang pada edisi sebelumnya dikabarkan akan diberhentikan.
Setelah mencari-cari, akhirnya didapatkan satu alamat yang bisa dituju. Rumah
tersebut adalah rumah dari Ibu Sukarni. Sudah sejak tahun 1999 Ibu Sukarni
menjadi petugas kebersihan ITS. Rumah yang cukup untuk menjadi tempat bernaung
itu terletak di daerah Kejawan Gebang.
Terdapat sebuah kios kecil di depan rumahnya yang
juga tidak kalah kecilnya. Obrolan pun terjadi. Setelah diklarifikasi ulang,
ternyata memang benar bahwa petugas kebersihan yang wanita sejak setelah hari
raya Idul Fitri kemarin telah diberhentikan oleh ITS. Otomatis penghasilan
untuk keluarga pun berkurang.
Ibu Sukarni mengaku setelah berhenti dari ITS, dia
bekerja seadanya, seperti mencuci baju dan menyetrika baju di kompleks
perumahan dosen. Menurut Ibu Sukarni, ada 13 orang petugas kebersihan ITS
wanita yang diberhentikan.
Setelah Langkah
Awal bertanya-tanya, ada hal yang sangat mencengangkan. Ternyata para
petugas kebersihan yang diberhentikan itu dijanjikan pesangon, tapi ironisnya
sampai saat ini pesangon itu belum turun juga. Tentunya dengan formalitas tanda
tangan yang berulang-ulang. Ibu Sukarni sendiri tidak tahu menahu tanda tangan
untuk apa itu—Ibu Sukarni tidak bisa baca tulis. Menurut pengakuan Ibu Sukarni
tanda tangan itu berlangsung cepat.
Ibu Sulasih mengatakan hal yang senada tentang
pemberhentian tanpa pesangon itu. Meskipun tanggal 16 September para ibu-ibu
petugas kebersihan yang telah diberhentikan sudah menagih pesangon yang belum
keluar, tanggapan dari birokrasi lagi-lagi masih diproses.
Setelah diberhentikan, keseharian Ibu Sulasih
untuk menyambung hidup hanyalah dengan mencari sampah dan bantu cuci piring di
penjual gado-gado di sebelah Lab Bahasa. “Dulu sebelum diberhentikan sebenarnya
sudah dijanjikan kalau akan dikasih pesangon mas, tapi belum dikasih-kasih
sampai tiga bulan ini. Sampai putus asa mas! Kalau memang dikasih ya
alhamdulillah, kalau tidak, ya tidak apa-apa. Namanya juga orang kecil mas,
bisa apa,” tutur Ibu Sulasih dengan muka memelas yang baru saja kehilangan
kakaknya minggu lalu.
Pada 17 November 2011, Tim Langkah Awal kembali menemui mantan petugas kebersihan ITS, Ibu
Nursiyah. Nasib Ibu Nursiyah pun tak jauh berbeda dengan Ibu Sukarni atau pun
Ibu Sulasih. Jika Ibu Sukarni dan semua anaknya sudah berkeluarga, maka Ibu
Nursiyah masih harus mengentaskan anaknya yang masih sekolah di tingkat SMP dan
SMA seorang diri.
Sebanyak Rp 85.000 tiap bulan dia keluarkan untuk
biaya sekolah anaknya (@ Rp50.000 untuk yang SMA dan Rp 35.000 untuk yang SMP).
Wanita berkerudung itu juga menyewa sebidang tanah di Kejawan Gebang seharga Rp
500.000,00 per tahun. Tak sampai disitu, gubuk itu beratap asbes dan berdinding
bambu berlapis spanduk bekas.
Setelah diberhentikan Ibu Nursiyah hanya mengais
rezeki dari uang hasil mengumpulkan botol-botol bekas setiap harinya. Ibu
Nursiyah menjual hasil pengumpulan sampah itu seminggu sebanyak dua kali.
Setiap penjualan, Ibu Nursiyah mendapatkan uang berkisar Rp 90.000 sampai Rp
143.000. “Sampah membawa berkah mas, walaupun pekerjaan ini hina yang penting
halal,” aku Ibu Nursiyah.
Semenjak lebaran memang Ibu Nursiyah sudah tidak
bekerja sebagai petugas kebersihan di ITS. Tetapi dia masih sering berkunjung
ke kampus setiap hari untuk memungut sampah. Pernah suatu hari Ibu Nursiyah
hendak memunguti sampah di dekat parkiran BAAK, kemudian salah satu anggota Satuan
Keamanan Kampus (SKK) menegurnya. Bahkan ketika wanita tua itu akan menjelaskan
maksudnya, malah bentakanlah yang dia terima lalu dengan usiran yang tak
manusiawi sama sekali.
Tak hanya menceritakan tentang kerjanya sebagai
mantan petugas kebersihan kampus, Ibu Nursiyah juga menceritakan banyak sekali
pengalaman hidupnya. Mulai dari pengkhianatan seorang suami yang tega
menelantarkannya bersama kedua anaknya dan kabur ke Kalimantan tanpa ada kabar
sampai sekarang.
Sambil mengupas sayur terong yang hendak dimasak
sore itu, Ibu Nursiyah juga berbagi pengalamannya ketika mendapatkan beberapa
baju bekas yang di buang ketika mencari sampah di dekat jurusan Fisika.Ibu Nursiyah
sangat bersyukur karena bajunya masih bisa dipakai.Dia juga bilang kalau
seumur-umur tidak pernah beli baju, waktu lebaran kemarin Ibu Nursiyah juga
sangat senang karena ada pemberian baju untuk anak-anaknya yang bisa dipakai
untuk merayakan hari raya lebaran.
Meskipun hanya dirayakan di sebuah gubuk kecilnya yang
terletak tepat di depan WC umum karena tidak ada uang untuk merayakan lebaran
di kampung halamannya, Lamongan. Seorang ibu yang hanya sempat mengenyam
pendidikan sampai kelas IV SD di Jember ini, mempunyai harapan besar untuk
kedua anaknya supaya menjadi seorang yang berhasil.
Pada tanggal 18 November 2011, Langkah Awal ke BAUK untuk
mengklarifikasi masalah petugas kebersihan tersebut. Menurut Pak Siswono
pemberhentian ibu-ibu petugas kebersihan itu tidak dilakukan secara seenaknya,
tapi sudah ada evaluasi sebelumnya. Di evaluasi itu didapatkan bahwa ibu-ibu
petugas kebersihan membuang sampah tidak pada tempatnya, di selokan,
menyebabkan banyak warga yang protes.
Alasan lainnya, menurut pihak birokrasi kerjanya
tidak efektif karena hanya dua jam setiap harinya, dari jam 7 sampai jam 9. “Rapat
itu juga tidak dilakukan mendadak,” ujar Pak Siswono. Pak Siswono juga mengakui
memang ibu-ibu petugas kebersihan itu adalah pekerja harian. Sehingga gajinya
pun dihitung per hari, tetapi dibayarkan setiap bulan bukan setiap hari.
Otomatis saat libur atau tanggal merah ibu-ibu petugas kebersihan itu tidak
mendapat gaji.
Lantas bagaimana jika ada yang sakit? Pak Siswono tetap menegaskan tidak ada alasan, sakit walaupun ada
surat dokter tetap dianggap tidak masuk kerja, sehingga tidak berhak untuk
mendapat gaji. Saat ditanyakan masalah pesangon yang menjadi hak ibu-ibu
tersebut, Pak Siswono mengaku sudah mengajukan masalah tersebut ke atasan,
tetapi hampir tiga bulan sejak diberhentikan belum juga ada kejelasan masalah
pesangon tersebut. Hingga alasan “masih diproses” jadi senjata yang ampuh jika
ada yang menanyakan masalah pesangon—alasan khas birokrasi.
Apakah ada rencana bagi petugas kebersihan untuk dipanggil lagi? jawaban sementara masih belum. Padahal menurut
pengakuan salah seorang mantan petugas kebersihan ITS, akan ada pemanggilan
kembali, memang tidak semua. Ibu yang memberi tahu itu mendapat informasi dari
mantan mandornya dulu, Bapak Solekan. (Doni/Ucup)
Go Ahead langkah Awal
BalasHapusbahas yg berbau kemanusiawian saja jgn POLITIK ya
astaghfirullah, sy terenyuh sekali mmbca artikel ini. apa ada yg bisa kita lakukan y untk membantu? sy siap membantu.
BalasHapusoke bung fauzi, rencana akan ada obrolan lebih lanjut mengenai advokasi mslsh ini, ntar kami hubungi,...(kirim no hp aj bung, bisa via email k langkah awal ato email saya: lazuardi.dp@gmail.com
BalasHapus