Sabtu, 08 Oktober 2011

Kura-Kura, Kupu-Kupu, Kunang-Kunang dan Kuda-Kuda; Adalah Bagian dari Civil Society


sidik-online.webnode.com

Oleh: Bung Faris*
Euforia menjadi mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) perlahan namun pasti akan memberikan dampak terhadap perkembangan mental mahasiswa baru—mencari jati diri dengan bergabung dalam fraternity. Apapun jenis organisasi mahasisawa yang diikuti akan membentuk karakter tiap mahasiswa yang tergabung. Mahasiswa adalah masa transisi yang labil, sehingga character bulding yang akan mereka dapatkan adalah melalui organisasi yang ditekuninya.
Mungkin pernah dengar istilah Mahasiswa Kura-Kura, Kupu-Kupu, Kunang-Kunang dan juga mahasiswa Kuda-Kuda. Tidak ada larangan dan paksaan untuk menjadi atau memilih salah satu karakter mahasiswa tersebut. Tulisan ini juga tidak bermaksud untuk melakukan intimidasi terhadap salah satu karakter karena semuanya terserah pada anda. It`s your choice!
Civil Society
Cara mudah dalam memahami civil society adalah “pihak ketiga” yang berbeda dari pemerintah dan pelaku bisnis. Dalam hal pandangan civil society, mengarah pada pokok utama sebagai “lembaga perantara” seperti asosiasi profesional, kelompok agama, serikat buruh, organisasi advokasi masyrakat, dsb. Dengan begitu dapat memberikan suara kepada berbagai sektor masyarakat dan memperkaya partisipasi publik dalam demokrasi. Begitu kurang lebih konsep civil society yang saya kutip dari website CSI International dan mahasiswa adalah satu elemen dari konsep sederhana civil society yang sangat berperan dalam perjalanan demokrasi Negara Indonesia.
Kura-Kura Vs Kupu-Kupu         
Mahasiswa Kura-Kura (Kuliah Rapat-Kuliah Rapat) belum tentu lebih baik dari Mahasiswa Kupu-Kupu (Kuliah Pulang-Kuliah Pulang). Mahasiswa Kura-Kura yang sakit mentalnya sebagai agent of change hanya merapatkan dan merumuskan masalah tentang bagaimana menghabiskan dana yang sudah disediakan birokrasi tanpa ada tujuan menguatkan civil society yang mulai bergeser makna menjadi gerakan politik yang seharusnya merumuskan masalah bagi kepentingan masyarakat luas serta harus lepas dari hegemoni dan kepentingan para pelaku bisnis, partai politik juga negara.
Paradigma mahasiswa Kupu-Kupu bisa dikatakan memiliki kehidupan yang statis dan boleh jadi pragmatis. Kuliah pinter dengan Indeks Prestasi (IP) cumlaude dijadikan acuan mendapatkan bekerja di BUMN dengan gaji selangit. Tidak banyak yang dapat dipandang dari kumpulan Mahasiswa Kunang-Kunang (Kuliah Nangkring-kuliah Nangkring) yang memiliki habit habis kuliah nongkrong, namun bagi kumpulan mahasiswa ini yang pintar dalam mencari jaringan dan cerdas dalam hal negoisasi mendapat predikat lebih baik dikalangan profesional dan ini adalah bargain bagi mereka.
Berbeda dengan mahasiswa lainnya, Mahasiswa Kuda-Kuda (Kuliah Dakwah-Kuliah Dakwah) yang selalu rajin dan kontinu menyampaikan kebaikan-kabaikan kepada mahasiswa lain. Kebaikan yang mereka sampaikan didapatkan senior dari terdahulu mereka secara turun menurun atau yang mereka update dari membaca buku atau internet. Sangat disayangkan kebaikan yang mereka sampaikan membawa nama “agama” sebagai simbolnya sehingga hal ini menjadi sebuah “jurang keberagamaan”.
Mahasiswa sebagai elemen utama dari konsep civil society seharusnya dikawal oleh tiap perguruan tinggi. Mental sehat dan berfikiran luas seharusnya ditanamkan dalam chip otak tiap mahasiswa karena setiap pemuda diharapkan mampu menjadi iron stock (calon pemimpin bangsa masa depan) yang bersih, jujur dan adil. Kaca mata awam melihat pergerakan mahasiswa tidak lagi terlihat gesekanya, apakah ini isyarat tumpulnya fungsi mahasiswa sebagai agen of change dan sebagai elemen yang mengawal sebuah demokrasi di negara ini.
Mahasiswa harus Kritis dan Skeptis
Bukan intervensi untuk melakukan demonstrasi atau memusuhi kebijakan yang sudah ada dengan bersikap opposite (berlawanan) tapi lebih bersikap oposisi sehingga dapat menjadi check and balance bagi kebijakan yang ada. Apabila semua kebijakan diterima tanpa ada pemikiran kritis dengan sedikit skeptis, apa bisa dikatakan negara kita ini negara demokrasi? Tidak ada perbedaan pendapat/pandangan maka dikatakan bahwa demokrasi sudah lumpuh (tidak lagi berjalan), yang saya pahami adalah ketika ada gesekan dan perbedaan pendapat maka disitu demokrasi berjalan yang artinya mekanisme check and balance berfungsi dan bukan hanya “sendiko dawuh sabdo pandito ratu” atau istilah orde barunya, “yang penting bapak senang”.
Sampean ini mahasiswa apa?
*Bangfaris-Mahasiswa Biologi 08

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!