Jumat, 23 September 2011

Tan Malaka: Dari Seorang Guru Hingga Seorang Filsuf


putramalaka.wordpress.com
Oleh: Bung Ucup*
Dua puluh delapan  Maret 1963, Presiden Soekarno menandatangani keputusan presiden RI No. 53 yang menetapkan seseorang sebagai pahlawan kemerdekaan nasional. Seseorang itu bernama Ibrahim Datoek, sedangkan gelar Tan Malaka atau lebih sering dikenal dengan nama Tan Malaka. Kalau dibandingkan dengan soekarno, syahrir ataupun hatta memang Tan Malaka tidaklah terlalu terdengar namanya seperti mereka bertiga. Akan tetapi perjuangan dan pemikiran-pemikirannya berandil sangat besar bagi negara dalam mencapai kemerdekaan pada masa pemerintahan kolonial belanda. Tan malaka Lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat pada tanggal 19 Februari 1896. Seorang aktivis pejuang yang nasionalis di bidang pergerakan juga menjadi seorang pemimpin sosialis. Selain itu dia juga merupakan seorang politisi yang mendirikan partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) pada tanggal 7 Nopember 1948 – Bertepatan dengan hari revolusi rusia-. Partai Murba muncul setelah Partai Komunis Indonesia (PKI) tersingkir pasca Peristiwa Madiun September 1948. Partai Murba pada mulanya berasal dari Sarekat Islam (SI) Jakarta dan Semarang.
Sebagai seorang pejuang yang militan, radikal dan revolusioner, Tan malaka juga merupakan seseorang yang selalu mengkritik bahkan menentang terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun pemerintahan Republik Indonesia di bawah Soekarno pasca revolusi kemerdekaan. Menjadikannya sebagai tokoh revolusioner yang legendaris. Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia, perjalanannya mengembara dimulai saat berumur 16 tahun setelah dikirim ke Belanda. Selama tujuh tahun di Belanda, kemudian dia kembali ke Indonesia sebagai seorang guru di daerah perkebunan di Deli. Di lingkungan perkebunan, Tan Malaka melihat ketimpangan sosial antara kaum buruh dan tuan tanah yang kemudian menumbuhkan semangat radikal pada diri muda seorang Tan Malaka pada saat itu.
Bertemu dengan seseorang yang bernama Semaun saat berusia 25 tahun membuat Tan Malaka mulai terjun ke dunia politik. Seringkali mereka berdua berdiskusi mengenai pergerakan-pergerakan revolusioner dalam menentang pemerintahan Belanda dan merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota SI dan PKI. Namun pemerintah kolonial Belanda melarangnya dengan mengambil tindakan secara tegas bagi pesertanya. Akan tetapi hal tersebut tak pernah sedikitpun bisa membuat niat dan semangat Tan Malaka mengendur dalam upayanya mencerdaskan rakyat. Selain itu Tan Malaka juga sering menentang pemerintah kolonial belanda seperti yang dilakukannya bersama kaum buruh lewat VSTP dan aksi-aksi pemogokan disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan agar rakyat dapat melihat secara jelas adanya ketidakadilan yang terjadi pada kaum buruh. Kalau dilihat dan dicermati dari berbagai sumber cerita dan sejarah, memang terlihat begitu jelas pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis meskipun dia sendiri berpandangan sosialis. Hal ini tidak juga menjadi penghalang bahwa Tan Malaka juga tidak jarang terlibat konflik dengan PKI. Tan malaka juga mendapatkan tanggung sebagai wakil komunis internasional (komintern) selain terdaftar dalam keanggotaan PKI. Pada tanggal 24 Desember 1921, Tan Malaka diundang dalam acara kongres PKI yang berjalan selama 2 hari tersebut.
Sebulan kemudian Tan Malaka ditangkap dan dibuang ke Kupang, Nusa Tenggara. Sepanjang hidup secara tak henti-hentinya Tan Malaka terancam dengan penahanan oleh penguasa kolonial belanda dan sekutu-sekutunya. Meski secara jelas disingkirkan, Tan Malaka dapat memainkan peran intelektual yang penting dalam membangun jaringan gerakan sosialis internasional untuk gerakan anti penjajahan di asia tenggara. Dua bulan setelah di buang ke Kupang, Tan Malaka di usir dari Indonesia dan mengembara ke Berlin, Moskwa dan Belanda. Perjalanan hidupnya jika di total hampir kurang lebih sepanjang dua kali keliling dunia, dua benua dan sebelas negara. Hidup sebagai seorang pengembara menjadikan Tan Malaka dapat menguasai banyak bahasa mulai dari Minang, Indonesia, Inggris, Jerman, Rusia, Mandarin, Belanda, hingga Tagalog. Buronan merupakan seseorang yang selalu diburu, ditahan bahkan diancam, memberikan Tan Malaka berbagai nama samaran yang digunakan untuk mengelabuhi atau mengamankan dirinya dari kejaran. Ong Song Lee (nama samarannya ketika di hongkong), terhitung nama samaran Tan Malaka ada sekitar dua belas buah, yang sering digunakannya secara bergantian sesuai dengan tempat kediamannya saat mengembara. Hidup dalam penjara juga sudah tak asing lagi bagi Tan Malaka, pahlawan yang menghasilkan karya berjudul Patjar Merah Indonesia ini telah menyatu dan menikmati alam penjara sebanyak 11 kali di tanah jawa dan beberapa kali di hongkong dan filippina.
Tahun 1925, Tan malaka telah menulis sebuah karya pentingnya “Naar de Republiek IndonesiaMenuju Republik Indonesia, yang ditujukan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan negeri Belanda. Pemberontakan sempat terjadi lagi pada tahun 1926 berakibat ribuan pejuang politik bangsa ditangkap dan ditahan. Banyak sekali yang disiksa dan dibunuh bahkan sampai di buang ke Irian Jaya. Meski pada waktu pemberontakan Tan Malaka berada di luar negeri tepatnya di Bangkok, Thailand, bersama Soebakat dan Djamaluddin yang merupakan dua sahabat karib seperjuangannya. Bersama mereka berdua Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI) tepatnya Juni 1927.
Sebagai seorang pahlawan revolusioner yang hidupnya selalu penuh kejaran dan ancaman, Tan Malaka seringkali menyempatkan dirinya untuk menghasilkan karya. Banyak sekali karya yang di hasilkannya mulai dari Parlemen atau Soviet (1920), Semangat Muda (1925), Dari Pendjara ke Pendjara, Aslia Bergabung (1943), Manifesto Jakarta (1945), hingga karya – karya pentingnya seperti Madilog (1948), dan Gerpolek (1948) dan masih banyak karya lainnya yang begitu penting meliputi bidang kemasyarakatan, politik, ekonomi, soaial, kebudayaan, sampai kemiliteran.
Salah satu karyanya yang begitu fenomenal adalah Madilog. Madilog merupakan karya terkenal Tan Malaka yang mendapatkan banyak pengakuan dari filsuf dunia., karena mampu menggabungkan tiga aliran filsafat yakni Materialisme, Dialektika dan Logika menjadi sebuah konsep berpikir. Dalam karya Madilog ini apabila dibaca memang sangat terasa Materialisme Dialektik – aliran filsafat yang diusung Friedrich Engels – yang menyempurnakan filsafat sosial Karl Marx dan kemudian menjadi dasar filosofis Marxisme-Leninisme. Akan tetapi Tan Malaka mampu melepaskan Marxisme-Leninisme dalam Madilog. Tan Malaka mengatakan bahwa pemikiran logis, dengan paham dasar dialektis, membebaskan ilmu pengetahuan untuk mencapai potensialitas yang sebenarnya. Latar belakang Tan Malaka menuliskan karyanya yang berjudul Madilog ini adalah kegelisahan dan kerisauannya akan keterbelakangan pola berpikir masyarakat Indonesia saat itu oleh logika mistika yang merupakan cara berpikir gaib dengan mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib dan benda-benda keramat, animisme dan dinamisme. Dalam karyanya Madilog, Tan Malaka mampu membenturkan logika mistika dengan pola pikir logikanya. Barangkali Tan Malaka menyimpan harapan besar lewat Madilog-nya kepada generasi penerus bangsanya untuk berpikir secara logis dan rasional. Madilog juga merupakan bentuk perlawanan atas cara berpikir mistik bangsa timur saat itu.
Sesuatu tidak berubah dengan sendirinya, harus ada usaha untuk merubahnya.”
Begitulah kata Tan Malaka, Seorang pahlawan bangsa yang meski dalam hidupnya sebagai seorang buronan pemerintahan kolonial belanda mampu menghasilkan banyak karya yang luar biasa, mengabdikan ilmunya sebagai seorang guru dan mendapatkan pengakuan besar oleh dunia barat.
*Mausuf-Matematika ITS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!