Jumat, 23 September 2011

Sejarah Persepakbolaan Indonesia


lubang-kecil.blogspot.com
Oleh: Bung Rafli*
Pada kesempatan diskusi minggu lalu (16/9), Bung Ucup sebagai pengantar materi menghadirkan sekilas sejarah persepakbolaan Indonesia. Dengan raut muka serius dan gaya bertutur yang asyik, ia menyampaikan wawasannya kepada peserta diskusi:
“Belum ada literatur dan bukti sejarah yang kuat untuk menunjukkan asal mula olahraga sepakbola hadir di Indonesia. Hingga saat ini, ada dua dugaan kuat yang menunjukkan asal muasal olahraga tersebut. Pertama, sepak bola di Indonesia berawal saat para pedangang dari Tiongkok sekitar abad 7 M yang berlabuh di wilayah kerajaan Sriwijaya, dan mengenalkan permainan sepakbola. Kedua, sepak  bola dibawa masuk ke Indonesia oleh pedagang Belanda yang masuk ke wilayah nusantara sekitar abad 16 M.
Sejarah sepak bola Indonesia tetap menjadi misteri. Beberapa pegiat sepak bola sudah mendesak pemerintah untuk segera menggali kebenaran sejarahnya. Tetapi pemerintah melalui ahli sejarah yang ditugaskan belum dapat memberikan keterangan sejarah yang pasti. Hal ini dikarenakan sulitnya para sejarawan mendapatkan bukti empiris tentang kegiatan persepakbolaan. Lain halnya dengan dokumen sejarah seperti prasasti, candi, ataupun artefak lainnya.
Namun pada tahun 1930, sejarah mencatat pertama kali berdirinya organisasi yang menaungi kegiatan persepakbolaan Indonesia. Soeratin Sosrosoegondo adalah pribumi pertama yang menggagas berdirinya Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI), yang sekarang kita mengenal akrab kepanjangan PSSI dengan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia. Soeratin adalah seorang Insiyur lulusan Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburgn, Jerman. Ia lulus dari almamaternya pada tahun 1927 dan kembali ke Indonesia satu tahun kemudian.
Pada awalnya Soeratin adalah seorang aktivis pergerakan di Indonesia. Pasca sumpah pemuda yang dicetuskan pada tahun 1928, Soeratin melihat bahwa sepakbola dapat dijadikan sarana untuk menyemai semangat nasionalisme ke seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, acapkali Soeratin mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh sepakbola dan pergerakan Indonesia di berbagai kota. Seperti Daslam Hadiwisato, Amir Notopratomo, Soekarno (bukan Bung Karno), dan ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta). Hal ini akhirnya berujung dengan berdirinya PSSI pada tanggal 19 April 1930. Soeratin mengadakan pertemuan tersembut secara sembunyi-sembunyi, hal ini dilakukan untuk menghindari sergapan dari polisi Belanda (PID). Dan sejak saat itu olahraga sepakbola menjadi jenis perlawanan baru rakyat Indonesia terhadap kolonial Belanda.”
Bung Doni, salah seorang peserta diskusi melontarkan pertanyaan kritis, “bagaimana mungkin sepakbola dijadikan alat perlawanan terhadap penjajah?” Lantas Bung Arif menjawab pertanyaan tersebut dengan mengambil salah satu kisah dari novel Andrea Hirata Sebelas Patriot, bahwa masyarakat Belitong yang bertanding sepakbola dengan Belanda memiliki semangat tersendiri untuk bisa menang melawan Belanda. Dan ketika kemenangan itu benar-benar diraih oleh tim Indonesia, secara tidak langsung rakyat Belitong mengatakan, “Belanda tidak berkutik dengan Indonesia.”
Diskusi berjalan langgeng, beberapa analisa dikemukakan oleh peserta diskusi. Dari kondisi persepakbolaan masa penjajah hingga era pasca kemerdekaan, kekurangan dan kelemahan persepakbolaan Indonesia, potensi masyarakat Indonesia dalam bersepakbola, hingga kondisi ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia dalam persepakbolaan dunia. Kehadiran peserta diskusi yang datang beberapa menit kemudian, Bung Frans dan Bung Imot, menambah  warna pemikiran yang beragam dan dinamis.
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Bung Amirul tentang fenomena jual beli (transfer) pemain, apakah termasuk dalam katagori human trafficking, membuat dahi peserta dikusi berkerenyit. Bung Frans menjawabnya dengan pernyataan: “Kalau di Indonesia transfer pemain bisa dikatakan human trafficking, bisa juga tidak. Karena undang-undang transfer pemain belum sepenuhnya menjamin kebebasan hak individu pemain itu sendiri. Lain halnya dengan di luar negeri, FIFA jelas membuat peraturan bahwa keputusan sepenuhnya diserahkan ke individu pemain bola masing-masing. Walaupun club yang menaungi setuju untuk menjual pemainnya, tapi jika yang bersangkutan tidak berkehendak. Maka transfer pemain itu tidak akan terjadi.” Bung Frans menambahkan, “justru pelegalan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah kasus human trafficking yang disahkan secara terang-terangan oleh pemerintah.”
Malam semakin larut, diskusi sudah berjalan 2 jam lebih 16 menit. Seperti biasa, di akhir diskusi setiap peserta memberikan pemikirannya tentang topik diskusi yang dibahas. Seperti yang diucapkan oleh Bung Imot, “melihat Indonesia ini lucu, kalau di negara lain prestasi sepak bola dunia didapatkan dari jerih payah pemainnya meraih kemenangan di setiap pertandingan. Sedangkan Indonesia, ingin diperhitungkan di kancah dunia dengan menjadi tuan rumah piala dunia. Seperti yang diungkapkan oleh mantan wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu.”
Berkiblat pada sejarah masa lalu, Indonesia sebenarnya pernah meraih prestasi dunia. Pada piala dunia 1938, tim Indonesia (saat itu Hindia Belanda) menjadi peserta pertama dari Asia yang lolos ke putaran piala dunia di bawah bendera Nederlandsche Indische Voetbal Unie (NIVU). Saat itu PSSI belum diakui oleh FIFA sebagai organisasi, sehingga tidak ada satupun pemain PSSI yang dikirimkan menjadi wakil Indonesia. Sepakbola Indonesia masa lalu hadir dengan semangat nasionalisme yang begitu besar. Belum tercampuri dengan kepentingan politik penguasa. Tidak seperti saat ini, kasus Nurdin Halid dan pemecatan pelatih Alfred Riedl yang sarat dengan kepentingan politik rasanya cukup sebagai bahan pembelajaran yang berharga bagi masa depan sepakbola Indonesia. Semoga kita bisa lebih banyak belajar dari sejarah.
Bagaimana masa depan persepakbolaan Indonesia?
Kelak jawaban itu ada di pundak para pemuda bangsa.”
Salam Kebebasan Berpikir!
*R Arif F L – Matematika ITS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!