Rabu, 07 September 2011

Sanctum; Gua Dari Segala Gua


Oleh: Bung Yaumil*
Sebuah film beraliran thriller yang berhasil menyajikan petualangan gua bawah tanah yang menghubung ke laut dengan spektakuler. Seperti yang dibuktikan Titanic (1997) dan Avatar (2009), tampilan audio visual yang begitu memukau memegang peranan yang sangat penting dalam setiap film yang melibatkan nama James Cameron (Produser Eksekutif) faktor yang tidak dapat disangkal menjadi titik penting penghasil aliran emosi di dalam jalan cerita film tersebut.
Malam semakin gegap gempita, peserta diskusi masih penasaran kisah apalagi yang akan dihadirkan dalam pemutaran film Sanctum, tak banyak peserta diskusi kebebasan berfikir yang hadir namun cukup untuk membedah sebuah film Hollywood dengan banyaknya memberi pesan-pesan yang luar biasa; kisah nyata yang mengharukan dan tak dapat sedikit pun ditebak jalan ceritanya.
Sanctum bercerita tentang bentuk ekspedisi menggali misteri gua bernama Espiritu Esa-Ala di Papua New Gunea. Sebuah gua yang tak pernah disentuh sama sekali oleh manusia dan menyimpan air hujan yang berumur jutaan tahun. Penasaran! Begitulah setiap orang yang mendengar tentang Esa-Ala termasuk Carl Hurley (Ioan Gruffudd) seorang jutawan yang ingin menelusuri gua itu dengan membentuk tim ekspedisi dengan Frank McGuire (Richard Roxburgh) seorang penyelam profesional. Frank juga membawa anaknya yang bernama Josh McGuire (Rhys Wakefield)—Frank, seorang ayah yang tidak terlalu akur dengan anaknya karena sifat tertutup dan penuh ambisinya.
Kisah pun dimulai; ekspedisi telah berjalan selama 5 minggu, keputusasaan menyelimuti tim karena tak kunjung menemukan jalan yang kabar sebelumnya bahwa ujung dari gua Esa-Ala adalah laut lepas, sangat menggiuran untuk menjadi yang pertama menemukan jalan tersebut. Rintangan hadir silih berganti. Tidak hanya itu, kabar akan datangnya badai besar yang dapat menenggalamkan gua bawah tanah menyelimuti kegundahan tim. Namun badai yang dikabarkan datang lebih cepat dan dan membuat beberapa tim termasuk Frank, Josh dan Carl terjebak di dalam gua.
Esa-Ala adalah gua terbesar dan terpanjang di dunia juga belum pernah sama sekali di jelajahi dan mereka telah menembus gua sejauh 2 Km kedalam bumi. Tak mungkin kembali ke ujung gua, air telah membanjiri dan satu-satunya jalan adalah terus menyusuri gua atau mati sia-sia. Perjuangan yang tidak ringan, oksigen yang semakin menipis dan tidak adanya petunjuk yang pasti—tekanan tanpa harapan.
“Seakan-akan besok adalah kematian tanpa ujung” jelas Carl kepada Frank. Frank terus menyusuri gua dengan mantranya yang selalu dia ucapkan kala menyelam; ”Di Xanadu ada Kubla Khan/Kesenangan-keputusan kubah/Dimana Alph, sungai suci, mengalir/Melewati celah semua orang/Jauh kedalam laut tanpa matahari.”
Rintangan yang paling berat adalah rasa lapar, bukan itu saja; putus asa dan perpecahan terjadi di dalam tim. Frang yang keras, Carl yang egois dan Josh muda yang penuh rasa ingin tahu mewarnai perjalanan menemukan jalan keluar. Bahkan Carl yang telah putus asa dengan rasa lapar yang tak tertahankan berani mencuri tabung oksigen terakhir dari Frank dan melarikan diri. Bahkan begitu tertekannya Carl memakan daging kekasihnya yang telah mati.
Pengkhianatan ingin terus hidup adalah pesan utama dari film ini. Seakan-akan kita lebih memilih untuk menghidari kematian bukan melawannya untuk terus bertahan.
Bung Ucup, salah satu peserta berpendapat bahwa orang mampu melakukan pengkhianatan hanya untuk hidup, senada dengan Bung Doni bahwa kelaparan dan rasa takut adalah musuh utama manusia hingga manusia mampu untuk melakukan segalanya dan menunjukkan sifat aslinya yang liar dan rakus.
Film tersebut berakhir akan kematian semua orang yang ada di tim, kecuali Josh yang selamat. “Kematian menjadi sarat untuk menemukan jalan keselamatan.” Jelas bung Yaumil. “berfikir dalam tekanan adalah kunci, dan Franklah yang menjadi simbol tersebut.” namun sayangnya Frank juga harus berkorban untuk anaknya.
Terkadang kita mampu untuk bermimpi yang indah-indah
Terkadang kita mampu berfikir sesuatu yang sangat baik
Terkadang kita mampu berteriak bahwa kitalah yang paling hebat dan kuasa
Namun, bagaimana jika sebuah tekanan datang
Yang menekan otak dan dadamu tanpa ampun.
Masihkah kau mampu???
Salam Kebebasan Berfikir…
Surabaya, Pagi buta 20 Agustus 2011
*Yaumil F Gayo-KAM ITS
Diterbitkan dalam buletin Langkah Awal edisi 14, 5-18 September 2011

5 komentar:

  1. Sebenernya semua bakal baik2 aja kalau si 1 orang itu ga aneh2- Carl Hurley- peran antagonis yang egois mau menang sendiri dari awal sampai akhir cerita; dari nyelem suka2 hati, curi tabung oksigen, makan mayat pacarnya sendiri, mukulin bapaknya si Josh.

    Ada pesan-pesan tertentu yang ingin disampaikan, misalnya, saat keadaan fisik sdh tidak memungkinkan, si tokoh (baca: petualang sejati) lebih memilih mati daripada tersiksa kesakitan & nyusahin semua orang.
    (akhirnya kepala ayahnya si Josh dimasukin ke dalam air sampai mati kehabisan nafas)

    Film yang sangat bagus buat orang-orang yang suka berpetualang! dan bikin kita lebih sadar kalau segala sesuatunya harus well prepared dan tidak boleh egois ..

    BalasHapus
  2. Siiplah,
    banyak teman2 juga berkomentar jadi takut kl mau ekspedisi lg..
    heheheh

    BalasHapus
  3. ah...klu yg ikut kyk imot,kyknya dibuang aja kita ga rugi kok mil...

    BalasHapus
  4. hahahhahah
    imot gk usah di ajak lg...

    o ia udah baca Selimut Debu dan Garis Batas..
    kisah backpacker yang luar biasa di negeri stan..
    karya Agustinus wibowo

    BalasHapus
  5. cerita nya menginspirasi bagaimana mengambil keputusan diantara diri kita yang harus di korbankan demi kemajuan pengetahuan

    BalasHapus

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!