zulchizar.wordpress.com |
Oleh: Bung
Faris*
Kebijakan yang
kurang diplomatis dalam putusannya adalah kebijakan Mao Zedong pada tahun 1958,
yaitu setiap warga negara wajib membunuh burung gereja atau burung pipit yang
dianggap menjadi hama yang menggagalkan panen rakyat Cina ketika itu. Mao Zedong
dengan sistem komunisnya, mengeluarkan kebijakan bagi semua rakyatnya untuk
membunuh (baca: memusnahkan) burung pipit yang dianggap sebagai hama tersebut.
Mao Zedong memberikan insentif untuk setiap bangkai burung yang didapatkan
petani, dan seperti pemberian insentif untuk kelancaran sebuah kebijakan
pemerintah masih berlangsung hingga sekarang.
Akibatnya
sangat fatal, hama belalang yang sering menyerang sawah petani Cina menjadi
tidak memiliki predatornya lagi dan dapat berkembang biak dengan cepat.
Belalang-belalang itu langsung menyelimuti langit Cina seperti gumpalan mendung
hitam dan menghancurkan seluruh padi di daratan Cina, mungkin ini yang
dikatakan pepatah: “Mati satu tumbuh seribu”.
Kebijakan
secara terminologi dapat diartikan sebagai pernyataan atau prinsip garis pedoman untuk mencapai sasaran.
Meskipun terkadang untuk mencapai sasaran yang ingin dituju seorang pemimpin
kurang bijaksana, namun seorang pemimpin tetap harus tetap prestise.
Motivasi
pemimpin dalam memimpin adalah ingin mensejahterakan seluruh rakyat atau
anggotanya, namun pada praktiknya kebijakan yang benar-benar bijaksana akan
dikesampingkan dan mengutamakan prestisius (kewibawaan) sebuah peran
dalam memimpin. Sehingga dapat dikatakan dalam pengambilan
keputusan harus didasarkan pada logika, kecerdasan, idealisme dalam berfikir,
apabila tidak maka sikap pragmatislah atau pragmatisme yang akan muncul.
Biasanya prestise adalah karakter yang dibentuk
ketika menjadi seorang pemimpin, sehingga seorang pemimpin akan tampak
bersahaja ketika berhadapan dengan bawahannya. Ketika sudah terjadi politik
pencitraan seperti itu, maka amat tidak mungkin akan bijaksana, pemimpin
seperti ini akan merasa paling tahu akan kebijakan yang diambilnya dan tidak
mendengarkan suara dari bawahannya, meskipun secara sadar dia mengakui kebenarannya.
Dengan
mengakui kebenaran ide atau inspirasi bawahannya akan mengurangi kewibawaan
seorang pemimpin yang telah hadir dengan politik pencitraannya.
Teringat film
Star Trek, film legendaris yang “keren” pada zamannya, ketika itu pada salah
satu adegan saat ayah Spock (tokoh utama dalam film) memberi wejangan. Spock
merasa bersalah dan merasa tidak bijaksana dalam bertindak sehingga dengan
kesadarannya sebagai kapten terpaksa harus melepaskan jabatannya sebagai kapten
kapal Enterprise, ayah Spock kurang lebih berkata seperti ini:
“Bijaksana
tidak diperlukan untuk sesuatu hal yang dianggap penting.” Apakah perkataan
ayah Spock ini yang kemudian diadopsi dalam mengambilan keputusan “pemerintah”?
Saya berharap tidak.
Semoga ini
dapat menjadi pengalaman bagi anda yang membaca tulisan ini ketika dihadapkan
dengan pengambilan sebuah kebijakan, sehingga anda tidak terjebak kedalam “politik kepentingan.”
“Menikmati penghinaan manusia, dengan menjadi
hina maka manusia membutuhkan Tuhan dan terus berdoa.”
Glosarium:
bijak a 1
selalu menggunakan akal budinya
kebijakan n
1 kepandaian; kemahiran;
bijaksana a
1 selalu menggunakan akal budi
daya
kebijaksanaan
1 kepandaian menggunakan
akal budinya (pengalaman
dan pengetahuannya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!