Jumat, 23 September 2011

Bijak, Bijaksana, Kebijakan, Dan Kebijaksanaan (Dibaca 3 X)


zulchizar.wordpress.com
 Oleh: Bung Faris*
Kebijakan yang kurang diplomatis dalam putusannya adalah kebijakan Mao Zedong pada tahun 1958, yaitu setiap warga negara wajib membunuh burung gereja atau burung pipit yang dianggap menjadi hama yang menggagalkan panen rakyat Cina ketika itu. Mao Zedong dengan sistem komunisnya, mengeluarkan kebijakan bagi semua rakyatnya untuk membunuh (baca: memusnahkan) burung pipit yang dianggap sebagai hama tersebut. Mao Zedong memberikan insentif untuk setiap bangkai burung yang didapatkan petani, dan seperti pemberian insentif untuk kelancaran sebuah kebijakan pemerintah masih berlangsung hingga sekarang.
Hasil dari program pemusnahan tersebut sangat memuaskan dan lebih dari ekspektasi, karena tidak hanya burung gereja saja yang musnah tapi burung spesies lain juga banyak yang ikut mati.
Akibatnya sangat fatal, hama belalang yang sering menyerang sawah petani Cina menjadi tidak memiliki predatornya lagi dan dapat berkembang biak dengan cepat. Belalang-belalang itu langsung menyelimuti langit Cina seperti gumpalan mendung hitam dan menghancurkan seluruh padi di daratan Cina, mungkin ini yang dikatakan pepatah: “Mati satu tumbuh seribu”.
Kebijakan secara terminologi dapat diartikan sebagai pernyataan atau prinsip  garis pedoman untuk mencapai sasaran. Meskipun terkadang untuk mencapai sasaran yang ingin dituju seorang pemimpin kurang bijaksana, namun seorang pemimpin tetap harus tetap prestise.
Motivasi pemimpin dalam memimpin adalah ingin mensejahterakan seluruh rakyat atau anggotanya, namun pada praktiknya kebijakan yang benar-benar bijaksana akan dikesampingkan dan mengutamakan prestisius (kewibawaan) sebuah peran dalam memimpin. Sehingga dapat dikatakan dalam pengambilan keputusan harus didasarkan pada logika, kecerdasan, idealisme dalam berfikir, apabila tidak maka sikap pragmatislah atau pragmatisme yang akan muncul.
Biasanya prestise adalah karakter yang dibentuk ketika menjadi seorang pemimpin, sehingga seorang pemimpin akan tampak bersahaja ketika berhadapan dengan bawahannya. Ketika sudah terjadi politik pencitraan seperti itu, maka amat tidak mungkin akan bijaksana, pemimpin seperti ini akan merasa paling tahu akan kebijakan yang diambilnya dan tidak mendengarkan suara dari bawahannya, meskipun secara sadar dia mengakui kebenarannya.
Dengan mengakui kebenaran ide atau inspirasi bawahannya akan mengurangi kewibawaan seorang pemimpin yang telah hadir dengan politik pencitraannya.
Teringat film Star Trek, film legendaris yang “keren” pada zamannya, ketika itu pada salah satu adegan saat ayah Spock (tokoh utama dalam film) memberi wejangan. Spock merasa bersalah dan merasa tidak bijaksana dalam bertindak sehingga dengan kesadarannya sebagai kapten terpaksa harus melepaskan jabatannya sebagai kapten kapal Enterprise, ayah Spock kurang lebih berkata seperti ini:
“Bijaksana tidak diperlukan untuk sesuatu hal yang dianggap penting.” Apakah perkataan ayah Spock ini yang kemudian diadopsi dalam mengambilan keputusan “pemerintah”? Saya berharap tidak.
Semoga ini dapat menjadi pengalaman bagi anda yang membaca tulisan ini ketika dihadapkan dengan pengambilan sebuah kebijakan, sehingga anda tidak terjebak kedalam “politik kepentingan.”
Menikmati penghinaan manusia, dengan menjadi hina maka manusia membutuhkan Tuhan dan terus berdoa.”
*Faris-Mahasiswa Biologi 08
Glosarium:
bijak a 1 selalu menggunakan akal budinya
kebijakan n 1 kepandaian; kemahiran;
bijaksana a 1 selalu menggunakan akal budi
daya
kebijaksanaan 1 kepandaian menggunakan
akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!