Rabu, 17 Agustus 2011

Keluh Kesah Calon Mahasiswa ITS


Saat itu puluhan orang menyemut di sekitar Gedung dr.Angka. Selama 5 hari (4-9 Juni 2011), calon mahasiwa ITS dari pelosok Tanah Air sedang mendaftar ulang. Ada yang ditemani orang tua, tidak sedikit pula yang bersama teman. Raut kebingungan tergambar jelas di sebagian wajah mereka yang mengalami kesulitan membayar biaya daftar ulang.
Brian adalah salah satu di antaranya. Sebelum ke mendaftar ulang, ia tidak tahu bahwa ITS membolehkan mahasiswa kurang mampu mengajukan penundaan pembayaran Sumbangan Pengembangan Pendidikan (SPP) dan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). “Tahunya pas datang di tempat,” katanya ketika dijumpai Langkah Awal Rabu (28/7).

Bagi ayahnya yang seorang PNS dan bergaji pas-pasan, biaya masuk ITS sebesar 8.5 juta rupiah tidak mungkin datang dari langit begitu saja. “Kalau tidak ada penundaan, ortu terpaksa cari pinjaman,” ujarnya. Proses pengajuan penundaan antara lain mengisi formulir rekomendasi dengan menyertakan rekening listrik dan air serta keterangan gaji orang tua. Setelah itu, calon mahasiswa Geomatika ini di-interview staf Badan Eksekutif Mahasiswa ITS dan kesanggupan membayarnya. Sisanya akan dibayar kemudian. Sehari kemudian, Brian mendapati bahwa dari 6 juta yang minta ditunda, hanya hanya 5 juta rupiah saja yang disetujui. “Tapi alasan mengapa segitu tidak dibilang,” tandas pemuda asal Kediri ini.
Kurang lebih hal yang sama dialami Akita. Calon mahasiswi Teknik Kimia ini mengaku baru tahu adanya penundaan ketika daftar ulang. “Waktu daftar ulang aku lihat ada stannya kakak BEM lalu aku tanya orang gitu, ya sudah akhirnya aku tau Mas,” ungkapnya dihubungi lewat pesan pendek. Meski hanya penundaan pembayaran, Akita merasa sangat terbantu sebab orang tuanya hanyalah penjual katering. Bahkan sebelumnya ia mengikuti program Bidik Misi jalur undangan Universitas Indonesia. “Aku kirim berkas-berkasku ke UI tapi ternyata aku nggak keterima. Kan pengumuman udangan itu mepet sama pendaftaran SNMPTN tulis, jadinya aku nggak sempat kirim buat berkas Bidik Misi (di ITS, red),” akunya.
Orang tua Akita dan Brian lebih beruntung ketimbang Rusli, orang tua dari salah satu calon mahasiswa. “Saya harus mengeluarkan dana 9 juta kontan!” akunya kepada LA. Penyesalan terbesar baginya adalah mengapa pembayaran biaya masuk harus tunai tanpa ada keringanan sedikitpun. Pegawai kantor pos ini membayangkan bagaimana mungkin orang miskin  dapat mengakses pendidikan yang berkualitas seperti di ITS andai ITS sudah dipandang institusi yang matre. “Kalau saya mungkin bisa pinjam sana dan sini, gadai sana dan gadai sini. Tapi bagi orang tua yang lain….?” begitu komentar bapak asli Jombang ini.
Orang tua lainnya seperti Sulaiman bahkan lebih ekstrim. Ia memastikan akan menarik anaknya dari ITS dan akan menunda jadwal perkuliahan anaknya hingga dapat mengumpulkan uangnya kembali. “Saya tidak mampu Mas, anak saya ditunda aja dulu kuliahnya.” Namun belum sempat ditelusuri sebab-akibatnya, pria asal Madiun ini hanya mengatakan, “Saya tidak ada duit untuk sebanyak itu,” sambil berlalu begitu saja.
Diskriminasi Uang Masuk
Berbeda dengan mahasiswa yang mengajukan keringanan SPP, calon mahasiswa baru lainnya, Faizin, menemukan sedikit keganjilan dalam pembayaran uang masuk. Ditemui Jumat (29/7) sore ketika sedang menikmati secangkir kopi di warung sekitar Gebang, ia menceritakan sedikit pengalamannya mendaftar ulang.
Secara umum ia tidak mendapat kendala berarti saat daftar ulang. Namun satu hal yang membuat anak seorang petani ini bingung adalah terdapat pengelompokan pembayaran calon mahasiswa. “Saat daftar ulang, kami (mahasiswa baru, red) dibagi dua kelompok menurut nilai SNMPTN. Kelompok pertama adalah mahasiswa baru dengan biaya daftar ulang sebesar 8 juta rupiah dan kelompok kedua membayar 13 juta rupiah”, tutur pemuda asal Ponorogo ini. “Saya tidak tahu mengapa seperti itu, yang saya tahu setengah teratas dari nilai SNMPTN masuk kelompok 1, sisanya kelompok 2”, tambahnya.
Respon BEM dan BAAK ITS
Penundaan pembayaran bagi calon mahasiswa yang kesulitan biaya tidak hanya ada pada tahun ini saja. Namun, jika tahun-tahun sebelumnya murni inisiatif dari BEM ITS—yang sekedar memfasilitasi para calon mahasiswa untuk meminta keringanan langsung pada Pembantu Rektor—pada tahun ini pihat rektorat “turun tangan”. Fifi dari Departemen Kesma BEM mengatakan pihak Rektorat meminta BEM membentuk Tim Verifikasi calon mahasiswa yang mengajukan penundaan pembayaran SPP dan/atau SPI.
Dari wawancara LA ditemukan fakta bahwa beberapa calon mahasiswa ITS mengeluh penundaan pembayaran itu tidak diumumkan di website ITS. Tapi Fifi membantah. “Yang pengumuman S-1 jalur undangan dan SNMPTN tulis memang ada, tapi yang D-3 kemarin (ketika pendaftaran ulang, red) tidak ada,” akunya lewat pesan pendek. Ia juga merasa ketiadaan koordinasi antara BAUK dan rektorat sewaktu daftar ulang mahasiswa D-3. “Yang disayangkan pada akhirnya malah pihak BAUK yang melakukan verifikasi langsung.”
Menurut mahasiswi yang ketika daftar ulang mahasiswa baru sedang sibuk TA dan Yudisium ini, pengumuman penundaan memang agak tersirat. Ketika ditanya alasannya, ia tidak membalas lagi.  
Langkah Awal mengkonfirmasi langsung kepada Mukayat, Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) ITS di ruang kerjanya hari Rabu (3/8). Ketika ditanya perihal ketiadaan informasi penundaan SPP dan SPI bagi calon mahasiswa baru, ia membantah. Sambil memegang salinan surat pengumuman persyaratan daftar ulang, ia menunjukkan poin yang menuliskan: “Bagi calon mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi dapat mengajukan keringanan pembayaran biaya pendidikan kepada Rektor ITS dengan melampirkan kwitansi/bukti pembayaran listrik, air, dan telepon (asli dan fotokopi untuk tiga bulan terakhir), Pajak Bumi dan Bangunan (asli dan fotokopi untuk pembayaran tahun teakhir).”
Mukayat menyalahkan calon mahasiswa yang tidak membaca lengkap tata cara daftar ulang. Tapi katika disanggah bisa saja yang dibaca bukan dalam bentuk salinan surat sehingga tidak tertulis secara utuh, lagi-lagi pria yang pernah jadi tokoh inspirasi di harian Jawa Pos ini  mengelak. “Ini buktinya (sambil menunjuk versi cetak pengumuman, red).”  Mukayat juga membantah adanya pembedaan pembayaran uang masuk saat daftar ulang. “Tidak ada, semua (yang lewat jalur SNMPTN, red) sama saja,” tandas pria berumur 54 tahun tersebut.
Kebijakan penundaan memang baru pada tahun ajaran ini diumumkan secara resmi. Tahun-tahun sebelumnya tidak ada. Kalaupun ada hal itu karena inisiatif BEM sendiri. “Memang baru tahun ini, soalnya dari tahun sebelumnya banyak yang mengajukan,” ungkapnya.
LA menemukan adanya diskriminasi pada salinan surat pengumuman tata cara daftar ulang antara jalur SNMPTN dan Diploma 3. Jika calon mahasiswa SNMPTN dibolehkan mengajukan keringanan, maka hal tersebut tidak berlaku bagi pendaftar Diploma 3. Terkait hal ini Mukayat tampak hati-hati menjawab. Ia bahkan menanyakan apakah LA sudah membaca dan membandingkannya. “Kalau ngomong mesti ada data,” katanya dengan nada kesal. Namun Mukayat memilih tidak menjawab meskipun LA mengatakan sudah membaca dan membandingkan data-data itu. “Kalau kebijakan silahkan tanya sama Pembantu Rektor,” kelitnya melempar jawaban untuk atasannya itu. (yaumil/samdy/imot)

2 komentar:

  1. yang g jelas2 bgini ini malah g mau di clear kan sama ITS.. aduuhh.. --"

    BalasHapus
  2. kenapa pak sulaiman tidak dicegah tim LA ya ? kan bisa diajak bicara dan dibantu buat menyelesaikan masalahnya. Atau diajak ke BEM biar bisa diatasi.langkah awalkan bisa jadi pembantu awal jadinya..hehehe..

    menulis dan bergerak.

    BalasHapus

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!