Jumat, 08 Juli 2011

Warkop, Ngopi ala Mahasiswa ITS

nutrihealth.in


Oleh: Bung Yaumil & Bung Imot*
Malam semakin larut, gedung-gedung kampus semakin sepi tak berpenghuni. Namun jauh berbeda dengan warung-warung kopi di sekitar ITS. Dua hari tim redaksi melakukan sowan ke warkop-warkop sekitar ITS. Tentunya dengan pedagang dan konsumennya yang menjadi target. 
Warung kopi yang sering kita kenal dengan warkop kini telah hadir menjadi tongkrongan yang nyaman bagi mahasiswa penggemar cangkruk (nongkrong.red). Dan tentunya warkop yang hadir di sekitar kawasan kampus ini menawarkan harga yang terjangkau.

Waktu menunjukkan pukul 00.34, Noval, pemilik warung di daerah Keputih Gang 3 ini semakin disibukkan dengan segala pesanan dari tamu-tamunya. "Warung kopi di Keputih mulai ramai dari pukul 21.00 hingga pukul 03.00 WIB," tandas pria berumur 23 tahun ini yang juga mengenyam pendidikan di ITS dengan senyum ramahnya. Noval bercerita tentang kehidupan warungnya, Noval menjelaskan “Bahwa pelanggan akan datang karena kopi dan tempatnya enak lalu yang terpenting murah dan tentunya bisa ngutang.” Jelasnya sambil tertawa renyah. 
Warung kopi ini juga mulai menjamur, tidak hanya di kawasan Keputih tapi juga di kawasan Gebang. Hal tersebut dipaparkan oleh Pak Sodik, salah satu pemilik warung di Keputih. “Warung di sini mulai banyak sejak 2000-an namun pesatnya sejak 2003 yang menjalar hingga ke kawasan Gebang. Habis mahasiswa ITS senangnya cangkruk,” aku pria berumur 43 Tahun ini yang sudah 10 tahunan membuka warung kopi. Pak Sodik juga menjelaskan bahwa semakin malam semakin banyak pengunjung warung kopinya, namun hal yang paling menarik bagi Pak Sodik ketika musim liburan atau lebaran, “Mas, mas kalau udah liburan, warung saya penghuninya cuma 2 yang pertama saya dan yang kedua lalat,” tambah pria yang juga senang bercanda ini. Sodikh juga memaparkan kiatnya dalam membuat kopi yang enak. “Warung kopi biasanya menyajikan hidangan kopi yang sangat khas. Kenikmatan kopi tersebut tergantung dari peraciknya sendiri. Seperti seberapa banyak campuran kopi dan gula hingga seberapa lama mengaduk kopi.”
Variasi kopi yang disajikan berbeda-beda, salah satunya kopi biasa yang diberi daun mint atau mentol. Kopi yang dimasak langsung di gelasnya hingga kopi luak ala Cak Mat dan kopi pahit ala Kang Azis. Pastinya semua bisa dinikmati oleh mahasiswa dengan harga yang variatif dan terjangkau.
Perjalanan dimulai lagi esoknya, waktu tepat menunjukkan pukul 23.00 WIB. Tidak hanya Keputih, Gebang pun menjadi sasarang hunting berita redaksi Langkah Awal. warung yang menjadi target pertama adalah warung Cak Tik. Warung tersebut cukup terkenal, Warung Cak Tik termasuk warung yang sering didatangi mahasiswa daerah Gebang sekitar bahkan dari UNAIR. “Wah, bukan hanya anak ITS, Mas, yang sering ke sini, Anak Unair juga sering,” ungkap Cak Tik dengan kaya rambut klimisnya. “Dalam membangun warung kita juga butuh koneksi yang luas agar penghasilan bisa terus berputar. Dan bisa dibangun dengan persahabatan.”
Hal berbeda dengan warung Wito di daerah Gebang tepat di pertigaan Pojok. Warung yang berukuran 6 x 3 di atas trotoar ini lebih dikenal dengan “Warung Pojok”. Yang sering mendatangi warung tersebut anak ITS dan alumni yang juga masih rindu dengan dunia kampus. Konon warung ini menjadi pelarian mahasiswa baru saat pengkaderan sedang bergulir, kantin-kantin jurusan tidak di perbolehkan bagi maba. Dan warung Wito-lah yang menjadi tren dan tempat konsolidasi. “Arek-arek sering reunian di sini, bahkan kalau semakin pagi semakin banyak alumni yang ngumpul, Anak ITS sering kangen-kangenan,” tandas pemuda pemilik wajah tirus tersebut kepada tim redaksi. Warung pojok juga memiliki keunikan. “Warung buka 24 jam bahkan selama 365 hari hanya tutup 10 jam. Lima jam Lebaran Idul Fitri dan 5 jam Lebaran Haji,” tambah wito dengan senyum lebarnya.
Cangkruk merupakan kegiatan yang sudah mengakar di kalangan mahasiswa ITS. Hampir setiap malam warung kopi yang ada di sekitar ITS—Gebang dan Keputih—kelihatan sepi oleh  pelanggan. Untuk menghilangkan penat setelah menjalani kewajiban kuliah di pagi sampai sore harinya, mahasiswa ITS sering “melampiaskan” apa yang mereka rasakan di perkuliahan dengan cangkruk bersama kawan-kawannya. 
Banyak hal yang bisa di ceritakan, dari permasalah kuliah hingga permasalahan cinta tentunya. Hal itu juga sering dilakukan Anton selaku mahasiswa ITS yang suka akan cangkruk. Nyangkruk iku kegiatan sing ora membosankan, iso ngobrol-ngbrol lan crito-crito,” ujar mahasiswa berumur 22 tahun itu. Kalau diartikan ke dalam Bahasa Indonesia, cangkruk kegiatan yang tidak membosankan, bisa berbincang-bincang dan cerita-cerita. 
Berkumpul, bercanda, dan tertawa bersama mudah sekali dijumpai di warung kopi. Seperti yang dilakukan lima mahasiswa ITS yang sedang cangkruk di warung kopi di daerah Gebang Wetan. Meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi, mereka masih saja semangat untuk bercanda. Mereka juga saling bertukar cerita satu sama lain. Berbeda sekali dengan suasana ruang kuliah yang hanya dosen yang berbicara. Saat mahasiswa yang diberi kesempatan berbicara di ruang kuliah pun tak banyak yang mengambil kesempatan itu. Mungkin itu yang dimaksud oleh Anton,”Cangkruk bisa bebas, santai, dan bisa berpikir tenang tanpa pressing”.
Terkadang cangkruk sering dilakukan sampai larut malam, bahkan sampai pagi menyapa jika memang tak ada kewajiban kuliah esok harinya. Hal-hal yang mengasyikknya saat cangkruk, bisa membuat lupa akan waktu. Bisa karena keenakan saat bertukar cerita dengan kawan-kawan, atau mungkin bertemu dengan kawan lama dan bernostalgia. “Mangkane, nek nyangkruk iku biasane mesti lali waktu,” tutur Anton dengan bahasa Jawa-nya.
Hal senada juga di jelaskan oleh salah satu mahasiswa Planologi angkatan 2006, Adam. “Cangkruk biasanya menjadi pusat informasi di kampus,” jelas Adam, “masalah pengkaderan biasanya kita rembukkan di warung kopi baru setelah itu kita sebarkan ke teman-teman di jurusan untuk jadi propaganda.” Pria yang memiliki tinggi 179 sentimeter ini juga merasakan bahwa warung kopi-lah yang bisa membuat dia dan teman-temannya melepaskan penat perkuliahan.
Bahkan noval juga mengakui bahwa warung kopi sering sekali di jadikan tempat rapat mendadak. “Banyak yang membahas perkuliahan, tapi banyak juga yang membahas dosen, ada yang cerdas tapi pasti ada juga yang kejam-kejam ala politikus,” aku noval dengan menunjukkan wajah serius.
Begitulah warung kopi di sekitar kampus ITS, dari penjual hingga pembeli merasakan simbiosis mutualime, tapi yang membuat miris mahasiswa bahwa kampus sendiri tidak memberikan fasilitas buat mahasiswa untuk saling mengenal. Pada awalnya banyak mahasiswa yang berharap perenovasian kantin pusat dapat menjadi pusat pertemuan mahasiswa ITS, ternyata jauh dari kenyataan. ITS kembali membentuk iklim NKK-BKK. Bagaimana dampaknya? Perubahan perilaku dan mental tentunya, mahasiswa ITS hanya berhanti pada tataran pendiskusian di warung. Skepti warung lah kesan yang timbul. Semoga saja warung bukan hanya menjadi tempat pendiskusian semata, tapi menjadi sumber gerakan buat mahasiswa melaksanakan kewajibannya untuk membentuk tatanan kemahasiswaan dan kemasyarakatan yang adil dan beradab.
Salam hangat dari kami!
*Yaumil F Gayo-Planologi ITS, Muhammad Rifqy-Teknik Sipil ITS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!