Jumat, 22 Juli 2011

Abraham Dimara; Pahlawan dari Papua

wikipedia.org
Oleh: Bung Imot*
Johanes Abraham Dimara, begitu nama lengkap dari Abraham Dimara. Lahir pada 16 April 1916 di Korem, Biak Utara, Provinsi Papua. Abraham Dimara menyelesaikan pendidikan dasarnya  pada tahun 1930 di Ambon. Kemudian beliau melanjutkan studinya ke sekolah pertanian di Laha. Pada 1935-1940, Dimara menempuh pendidikan sekolah injil. Ketika lulus, Dimara membaktikan dirinya sebagai guru Injil di Leksuka, Pulau Buru.
Kisah pergerakan Abraham Dimara dimulai pada 8 April 1946, Dimara melakukan pengibaran bendera Merah Putih dan melucuti pasukan polisi di Namela. Kemudian pada tahun 1951, Abraham Dimara menjadi ketua Organisasi Pembebasan Irian (OPI) dan direkrut menjadi anggota TNI dengan pangkat letnan dua.
Pada pertengahan Oktober 1954, Dimara melakukan infiltrasi ke Irian Barat bersama 40 anggota pasukannya. Namun rencana tersebut diketahui oleh Belanda. Terjadi pertempuran antara OPI dan Belanda. Dari pihak OPI 11 anggotanya tewas. Dimara
bersama pasukannya dipenjara hingga 1961. Setelah bebas, Dimara ditunjuk sebagai delegasi Indonesia ke PBB untuk membicarakan masalah Irian Barat.
Dimara diangkat menjadi Ketua Gerakan Rakyat Irian Barat. Ketika pemerintah mengalami kebuntuan dalam penyelesaian sengketa Irian Barat di jalur diplomasi, Presiden Soekarno pada 1961 mengumumkan Tri Komando Rakyat atau Trikora. Dimara pun turut menyerukan masyarakat Irian Barat untuk menggalang kekuatan dan mendukung Trikora.
Dimara kembali menjadi anggota delegasi ketika pemerintah Indonesia melakukan konfrontasi militer untuk mendorong PBB kembali membicarakan masalah Irian Barat. Pada 15 Agustus 1962, tercapai persetujuan New York Agreement yang mengakhiri konfrontasi militer. Dimara meninggal di Jakarta pada 20 Oktober 2000. Ia mendapat beberapa tanda penghargaan dari pemerintah, antara lain, Satyalancana Perang Kemerdekaan Kesatu dan Satyalancana Bhakti.
Di tengah diskusi mengenai Abraham Dimara, Bung Henry mempertanyakan nasib Papua Barat ketika dijajah Belanda. Namun, sebagian besar peserta diskusi belum tau akan nasib Papua Barat pada saat itu. Tetapi Bung Arif menyebutkan ada sekitar 100 penduduk Papua meninggal ketika adanya aksi militer Indonesia di Papua, dan juga Amerika Serikat menggebu untuk memasukkan Papua menjadi bagian Indonesia Serikat. Bung Samdi berspekulasi tidak ada penderitaan di Papua ketika penjajahan, karena Belanda ke Papua saat itu hanya fokus membawa misi penyebaran agama. Jadi tidak ada kekerasan dan penderitaan di Papua saat dijajah Belanda.
Kemudian muncul pertanyaan juga, setuju atau tidak Papua masih Indonesia? Bung Didin mengungkapkan bahwa merdeka ataupun tidak, Papua akan tetap sama saja, mereka tidak akan merasakan kekayaannya. Dengan segala keadaan Papua asalkan dipegang oleh pemerintahan yang sehat, Papua akan merasakan perkembangan. “Tumbuhkan dulu intelektual di Papua, baru mereka bisa memutuskan untuk merdeka atapun tidak”, ungkap Bung Didin. Berbeda dengan Bung Didin, Bung Yaumil berpendapat, dengan kondisi saat ini lebih baik Papua merdeka. Seakan mendukung pernyataan Bung Yaumil, Bung Arif menambahkan, saat pendidikan yang ada di Papua semakin maju, mereka akan menggebu-gebu untuk merdeka. “Dengan Papua merdeka justru akan membantu Indonesia, karena Papua akan bisa mengembangkan sumber dayanya sendiri”, ungkap Bung Ucup.
Di akhir diskusi, Bung Arif yang sebagai pengantar wacana pada Jumat malam itu pun menyatakan, “Sampai kapanpun Papua tidak boleh berpisah dari Indonesia. Jika hal itu sampai terjadi, maka bangsa non-Indonesia akan berpesta pora. Kerena Indonesia adalah bangsa yang besar yang kaya akan warna suku, budaya, dan kearifan lokalnya. Sejarah dan kearifannya lebih dahulu ada di banding bangsa yang lain.
Abraham Dimara adalah salah satu contoh tokoh yang sangat idealis. Di mana segala yang diperjuangkannya adalah murni untuk kemaslahatan rakyat Papua, tidak untuk jabatan dan kekuasaan. Dan hal inilah yang tidak dimiliki pemuda bangsa saat ini,” tutupnya.
*Muhammad Rifqy-Mahasiswa Teknik Sipil ITS
Sumber: Beberapa artikel di internet, peserta diskusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!