Oleh: Bung Imot*
Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan adalah definisi pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Sangat besar sekali arti pendidikan bagi umat manusia yang di sini khususnya bangsa Indonesia.
Pendidikan yang humanis, yang diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara, menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya; sebagai manusia yang utuh dan berkembang. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa, dan karya. Pada dasarnya manusia tidak akan berhenti berpikir, otak yang dimilikinya akan bekerja seterusnya selama pemegang kekuasaan alam semesta berkehendak (cipta). Namun manusia juga mempunyai hati dan rasa yang berguna meluruskan jalan berpikirnya (karsa). Dan manusia mempunyai tangan untuk mewujudkan semua yang telah dipikirkannya, setelah hati dan rasa berbicara tentunya (karya).
Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan daya cipta, karsa, dan karya secara seimbang. Pengembangan daya jiwa manusia yang tidak seimbang tentu saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Menurut Theo Riyanto dalam blognya, Ki Hajar Dewantara—kalau boleh disebut sebagai pahlawan pendidikan—mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Pada era Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan tujuan negara; pendidikan dirancang adalah untuk kepentingan negara. Plato dan Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan sendiri yaitu membebaskan dan memperbaharui, lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.
Pendidikan Indonesia Sekarang
Negara Indonesia juga mempunyai tujuan pendidikan nasional yang diatur dalam UUD 1945 pasca-amandemen. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” Selanjutnya, Pasal 31 ayat 5 menyatakan: ”Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Sekarang ini manusia yang terpandang hanya dinilai dari materi yang dimiliki dan keberhasilan personal yang telah dicapainya. Banyaknya jumlah kekayaan yang dimiliki dan tingginya status pendidikan menjadikan seseorang disegani oleh banyak orang. Padahal seseorang yang memperkaya diri dengan meraih pendidikan setinggi-tingginya tanpa menghiraukan masyarakat, telah meleset jauh dari tujuan adanya pendidikan sebenarnya. Memang harga diri sebuah pendidikan ada di tangan pendidik dan yang terdidik.
Seakan-akan pendidikan resmi hanya sebagai syarat untuk mencari sesuap nasi bahkan sekarung berlian. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang telah diraih akan menjamin semakin banyak kekayaan yang didapat. Begitu sebaliknya, semakin rendah jenjang pendidikan yang mampu diraih maka sedikit pula kekayaan yang didapat. Seperti itu kebanyakan yang terjadi di negara Indonesia ini.
Tarif yang tinggi disyaratkan untuk meraih sebuah status pendidikan yang layak. Sehingga banyak yang tidak mampu secara ekonomi, sulit meraih cita-cita tanpa adanya gelar pendidikan.
Ketidakseimbangan pengembangan daya cipta, karsa, dan karya yang hanya menekankan pada intelektualitas—dalam hal ini yaitu daya cipta—menciptakan manusia yang berpikiran individualis. Hanya memperkaya dirinya tanpa mempertimbangkan perbedaan masing-masing pribadi dan masyarakat.
Tingginya tarif pendidikan dan muatan pendidikan yang hanya menekankan pada intelektualitas peserta didik itu terjadi pada kehidupan pendidikan Indonesia sekarang ini. Sehingga sebuah pendidikan resmi hanya akan melahirkan seseorang dengan kecerdasan yang digunakan untuk memperkaya diri.
*Muhammad Rifqy-Teknik Sipil ITS
Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 4 (18 April – 01 Mei 2011)
ayo2, gmn caranya memperbaiki pendidikan..
BalasHapus