Senin, 18 April 2011

Kartini; Perempuan Beda Milik Indonesia


Oleh: Jeng Yanti*
Raden Adjeng Kartini bukanlah nama yang asing bagi masyarakat Indonesia terutama untuk perempuan Indonesia. Terlahir sebagai putri seorang bupati Rembang tidak lantas membuat dia terlena terhadap kehidupan yang telah dimilikinya. Kartini mengenyam pendidikan di Europese Lagere School (ELS) hingga berusia 12 tahun. Setelah berumur 12 tahun, Kartini harus puas menghabiskan hari-harinya di dalam rumah.
Hal ini tidak lain akibat adanya tradisi yang mengharuskan perempuan keturunan pribumi menjalani pingitan di dalam rumah setelah berumur 12 tahun.  Berbekal bahasa Belanda yang diperolehnya selama mengenyam pendidikan di ELS, dia berhubungan melalui surat dengan teman–teman sesama perempuan yang berasal dari Belanda, salah satunya Rosa Abendanon.
Dari hubungan inilah RA Kartini semakin memiliki keinginan untuk memajukan nasib perempuan pribumi agar memiliki kehidupan yang lebih baik. Salah satu caranya dengan membolehkan mereka semua mendapatkan pendidikan yang layak seperti para kaum lelaki. Kartini menginginkan para perempuan memiliki kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum.
Perjuangannya Kartini akhirnya mengantarkan banyak perempuan Indonesia berada pada titik saat ini. Titik dimana perempuan bisa mengembangkan dirinya sesuai pilihan hatinya tanpa harus ada pembeda dengan kaum laki–laki. Oleh sebab itu, emansipasi wanita sangat melekat pada perempuan kelahiran 21 April 1879 tersebut.
Kodrat dan Emansipasi
Diakui atau tidak, Kartini telah memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan zaman di Indonesia. Warisan emansipasi wanita-nya terus menembus pergantian zaman hingga hampir satu abad. Emansipasi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sejumlah usaha agar mendapatkan hak politik maupun persamaan derajat dikarenakan sering berada pada keadaan yang tidak diberikan haknya (Wikipedia). Istilah emansipasi wanita itu sendiri memiliki arti peran serta seorang perempuan dalam berbagai upaya peningkatan kehidupan yang lebih baik.
Perempuan memang telah terlahir dengan kodratnya menjadi seorang ibu rumah tangga yang merupakan istri dan ibu nantinya. Kartini pun demikian; dia adalah seorang istri dan ibu. Pada saat dia telah berstatus seorang istri, dia masih terus berusaha mewujudkan mimpinya untuk perempuan Indonesia.
Ajaran mengenai emansipasi wanitanya tidak mengajarkan perempuan Indonesia untuk melakukan perlawanan terhadap kodratnya. Kartini hanya ingin kodrat tidak menjadi pembatas seorang perempuan untuk berkembang atau mewujudkan mimpinya. Banyak pihak menafsirkan pengembangan diri seorang perempuan sebagai pemberontakan terhadap kodratnya. Padahal, pengembangan diri adalah upaya seorang perempuan menjalankan kodratnya sebaik mungkin. Saat seorang perempuan mampu mengembangkan dirinya dengan baik, dia akan mendapatkan banyak ilmu, wawasan, pelajaran yang dapat digunakan saat dia menjalankan kodratnya sebagai ibu rumah tangga.
Emansipasi yang dipopulerkan oleh Kartini membuat perempuan pribumi Indonesia mampu menunjukkan kemampuan terbaiknya. Pemikiran berani dan beda yang dimiliki Kartini membuat perempuan Indonesia mampu membuktikan kepada dunia bahwa menjadi perempuan adalah anugerah. Selain memiliki kodrat sebagai ibu rumah tangga, perempuan Indonesia masih bisa menjadi seorang menteri, direktur, penulis, guru, dan banyak lainnya. Menjadi perempuan yang memiliki tempat di kehidupan masyarakat bukan merupakan sebuah pemberontakan tetapi sebagai wujud partisipasi dalam menciptakan kehidupan yang lebih baik. Emansipasi menjadi hal yang baik atau tidak bukan karena RA Kartini tetapi karena diri kita sendiri.
Peran Perempuan ke Depan         
Perempuan terlahir sebagai makhluk yang memiliki perasaan peka dan pantang menyerah dalam mengahadapi berbagai tantangan hidup. Oleh sebab itu, peran perempuan dibutuhkan dalam tatanan kehidupan masyarakat baik sebagai tokoh utama ataupun tokoh yang berada di balik layar. Dapat dibayangkan apabila semua peran dalam kehidupan masyarakat ditempati oleh para lelaki, kehidupan masyarakat akan berjalan kaku. Perempuan dibutuhkan untuk membuat kehidupan yang lebih dinamis dan laki–laki dibutuhkan untuk membuat arah kehidupannya. Semua memiliki porsi masing–masing yang seharusnya dijalankan dengan tepat dan pas.
Kartini telah menunjukkan pada Indonesia jika pemikirannya yang berbeda dari perempuan pada masanya mampu mengantarkan perempuan Indonesia satu langkah ke depan. Kartini membuka jalan agar perempuan bisa menuntut ilmu setinggi apapun yang dia inginkan; perempuan bisa mempergunakan potensi yang ada untuk berbagai alasan; dan perempuan bisa menentukan pilihan hidupnya sesuai hati nuraninya.
Langkah kedua setelah yang diberikan Kartini hanya bergantung pada diri perempuan Indonesia itu sendiri. Jangan pernah salahkan Kartini saat perempuan Indonesia melakukan emansipasi melebihi batas karena Kartini tidak pernah mengajarkan hal itu. Kartini hanya mengajarkan kepada perempuan Indonesia bahwa perempuan bisa menjadi manusia yang lebih bermanfaat selain hanya memasak, mengasuh, dan menjahit.
Para perempuan mau atau tidak menjadi lebih dari sekedar memasak, mengasuh, atau menjahit adalah pilihan dari perempuan itu sendiri, bukan pilihan dari seorang Kartini!
*Nurindrayanti Pramastyorini-Mahasiswi Teknik Sipil ITS      
Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 4 (18 April – 01 Mei 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!