Secara harfiah, ’mahasiswa’ terdiri dari dua kata, yaitu ’maha’ yang berarti tinggi dan ’siswa’ yang menurut Bobbi de Porter berarti subyek pembelajar. Jadi dari segi bahasa ’mahasiswa’ diartikan sebagai pelajar yang tinggi atau seseorang yang belajar di perguruan tinggi/universitas.
Tetapi jika mahasiswa diartikan sebagai subyek pembelajar saja, sangatlah sempit pemikiran kita, karena mahasiswa juga memliki peran-fungsinya. Mahasiswa adalah pembelajar yang tidak cuma duduk di bangku kuliah, mendengarkan kuliah dosen, mengerjakan tugas, pulang, kemudian mengikuti ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Lalu mengajukan Tugas Akhir dan akhirnya lulus. Namun mahasiswa dituntut untuk menjadi pelopor perjuangan dan ikon pembaharu yang tanggap terhadap permasalahan sosial dan negara.
Di samping itu, mahasiswa mempunyai peran fungsi yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Peran dan fungsi mahasiswa tersebut antara lain agent of change, social control, moral force, dan iron stock. Bila sesuatu terjadi di lingkungan sekitar dan itu salah, mahasiswa seharusnya merubah hal tersebut menjadi apa yang sesungguhnya diharapkan. Seperti itulah mahasiswa yang disebut agen perubahan.
Kepekaan dalam kehidupan sosial adalah suatu kepatutan yang dimiliki oleh seorang mahasiswa. Mahasiswa diupayakan mampu mengkritik, memberi saran, dan memberi solusi jika keadaan sosial bangsa sudah tidak sesuai dengan cita-cita dan tujuannya. Kemudian peran mahasiswa sebagai social control adalah mampu mengontrol keadaan sosial yang ada di lingkungan sekitar.
Peran mahasiswa sebagai moral force adalah mahasiswa harus punya moral yang baik agar bisa merubah bangsa ke arah yang lebih baik; jika moral bangsa sudah sangat buruk melalui kritik atau pun aksi. Dari peran-peran yang ada itu, apabila melakukannya dengan benar, selayaknya mahasiswa mampu menjadi penerus untuk menggantikan generasi yang sudah berumur (iron stock).
Kenyataannya, pada saat ini, sedikit sekali mahasiswa yang berusaha menjalankan peran-fungsinya. Bahkan mahasiswa tersebut menjadi kaum minoritas di kalangannya. Terpaku dalam pemikiran akademis dan individualistis yang ditonjolkan. Kehidupan hedonis menjadi bumbu sehari- hari seorang mahasiswa. Entah karena tuntutan orang tua, atau pun tuntutan zaman yang mendasari pemikiran mahasiswa saat ini.
Bebas dan kritis-lah yang seharusnya ada di otak seorang mahasiswa. “Serigala tak bertuan,” kalau boleh dianalogikan dengan mahasiswa. Berarti, mahasiswa merupakan serigala bagi pihak-pihak yang menyalahgunakan kekuasaan dan mengeluarkan kebijakan seenak perutnya sendiri.
Tetapi pemikiran mayoritas mahasiswa saat ini adalah terkungkung dan terpenjara. Seperti yang saya tulis sebelumnya, kerjanya cuma duduk di bangku kuliah, mendengarkan kuliah dosen, mengerjakan tugas, pulang, mengikuti ujian tengah semester dan ujian akhir semester hingga mengajukan Tugas Akhir, dan akhirnya lulus. Bahkan kehidupan malam dan hedonis lainnya sudah menjadi bumbu yang wajar dalam dunia kampus. Sudah mulai menghilang serigala tak bertuan yang bebas, kritis, dan menjalankan peran fungsinya dengan baik. Kita hanya menemukan serigala yang terkungkung dan terpenjara.
*M Rifqy-Mahasiswa Teknik Sipil ITS
Dipublikasikan juga di buletin Langkah Awal, Edisi 3 (4 – 17 April 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!