sichengger.wordpress.com |
Pada
kesempatan diskusi minggu lalu (23/09), bung Imot sebagai pengantar materi
menghadirkan sekilas sejarah Reog Ponorogo. Seperti diskusi -diskusi sebelumnya, diskusi malam itu pun berjalan
sangat asyik, bung Imot menjelaskan tentang sejarah Reog Ponorogo yang katanya
ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat, tapi malam itu
hanya diceritakan dari tiga versi.
Pertama, Reog Ponorogo ada pertama kali pada masa kerajaan Majapahit
dibawah kepemimpinan Bhre Kertabumi, raja terakhir kerajaan Majapahit yang
berkuasa pada abad ke 15 M. bermula dari pemberontakan Ki Ageng Kutu – seorang
abdi kerajaan waktu itu – terhadap raja Bhre Kertabumi yang mendapat pengaruh
kuat dari rekannya yang berasal dari China dan sang raja yang korup. Sejak itu,
Ki Ageng Kutu pergi meninggalkan kerajaan karena dia memperkirakan bahwa
kekuasaan kerajaan majapahit akan segera berakhir. Kemudian mendirikan
perguruan untuk anak-anak muda yang diharapkan menjadi bibit kebangkitan
kerajaan Majapahit. Ki Ageng Kutu menyadari bahwa pasukannya terlalu sedikit
untuk melakukan perlawanan, maka pesan politisnya ditunjukkan melalui pagelaran
seni Reog.
Menurut cerita lain, kesenian Reog Ponorogo lahir pada tahun Saka 900
yang dilatarbelakangi tentang kisah perjalanan Raja Bantarangin bernama prabu Kelana
Sewandana yang sedang mencari permaisurinya. Bersama prajurit berkuda dan
patihnya Bujangganong. Pada akhirnya, gadis pujaan hatinya ditemukan, dialah
putri Kediri bernama Dewi Sanggalangit. Namun sang putri mempunyai syarat untuk
sang prabu membuatkan kesenian baru terlebih dahulu sebelum menerima cinta sang
raja. Maka terciptalah Reog yang bentuknya sebenarnya merupakan sebuah sindiran
dengan makna bahwa sang raja – yang disimbolkan dengan kepala Harimau – sudah sangat
dipengaruhi oeh permaisurinya, disimbolkan dengan burung Merak.
Dari versi pertama, bung Donny menyatakan ketidaksepakatannya karena menurut
dia kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang sangat besar dan disegani karena
wilayah kekuasaannya sangat luas bahkan mencapai Sri Lanka, jadi tidak ada
kemungkinan bahwa kebijakannya sangat dipengaruhi oleh China tetapi bung Donny
lebih sepakat cerita versi yang kedua karena memang ada kemungkinan kalau sang
raja sangat dipengaruhi oleh permaisurinya.
Bung Yaumil menambahkan, sebenarnya ada dua keadaan yang paling
memungkinkan yang pertama yaitu kesenian Reog ini dilatar belakangi oleh
masuknya Islam dan pagelaran seninya dijadikan sebagai media penyebaran agama
pada waktu itu dan yang kedua sebagai simbol perlawanan atau pemberontakan oleh
masyarakat waktu itu. Bung Amirul kurang sependapat dengan kemungkinan yang
pertama karena bung Amirul masih sepakat kalau kesenian Reog ini dibawakan oleh
umat Hindhu pada masa kerajaan Majapahit.
Lantas setelah mengetahui beberapa cerita tentang Reog Ponorogo, maka
timbul lagi pertanyaan dari salah satu peserta diskusi yaitu bung Yaumil. “
Mengapa dinamakan Reog Ponorogo, Apa memang asalnya dari Ponorogo ? ”. setelah
pertanyaan tersebut dilontarkan, peserta diskusi semakin bersemangat, bung Wiwit
sebagai salah satu peserta diskusi mengatakan bahwa kata Reog berasal dari kata
leyag-leyog, karena waktu itu sang raja melihat sebuah tarian yang geraknya
leyag-leyog dan raja menyukai gerakan itu maka raja ingin kesenian itu diberi
nama leyog yang akhirnya disempurnakan menjadi Reyog. Kenapa bukan leyag ? bung
Wiwit juga menambahkan kalau waktu itu sudah ada kesenian di bali yang bernama
leyak sehingga jika diambil nama itu takut menyamai maka diambillah kata leyog.
Bung Wiwit juga menambahkan bahwa kata Reyog sebenarnya juga mempunyai
makna “ Rasa kidudung Engkang sukma adiluhung Yang widi Oleh kridaning gusti Gelar
gulung kersaning kang maha kuasa”, peserta diskusi semakin penasaran dengan
tema diskusi malam itu ketika mendengar makna kata Reyog. Tapi apa artinya
deretan kata dari bahasa sankskerta itu ? Bung Obie dengan semangat mencoba
mengartikannya, kurang lebih artinya “ serasa nyanyian yang membawa jiwa luhur
ciptaan tuhan, mendapat ridho tuhan dan hidup mati itu kehendak yang maha kuasa
”.
Lalu apa itu sebenarnya Singa Barong dan Warok ? bung Wiwit menjelaskan
bahwa sebenarnya Singa Barong merupakan sebuah bentuk penjelmaan manusia
berkepala singa yang berbulu, karena terdapat banyak sekali Kutu pada bulunya
maka terdapat Merak diatasnya yang memakannya.
Bung Mahfud menambahkan bahwa Singa Barong merupakan Singa yang benar-benar
galak sebagai raja hutan dan Warok merupakan peraga dari kesenian Reog Ponorogo,
Warok sebenarnya berasal dari kata wewarah dan ada fenomena aneh pada Warok,
suka dengan anak kecil laki-laki tetapi Warok tidak memperbolehkan mempunyai
anak jadi hanya sebagai anak angkat yang biasanya disebut Gemblak. Bung Ucup
juga menjelaskan bahwa sebenarnya arti kata wewarah adalah ajaran.
Reog Ponorogo merupakan sebuah kesenian budaya asli Indonesia yang
sangat besar dan berasal dari Jawa Timur bagian barat laut dan Ponorogo, dengan
berbagai kemungkinan latar belakang yang mengatakan bahwa kesenian Reog
merupakan sebuah bentuk perlawanan terhadap kebijakan raja yang dianggap tidak
benar dan latar belakang lain. Reog Ponorogo sebagai kesenian daerah,
seharusnya tetap kita akui dan kita pertahankan. Ketika Malaysia sempat
menampilkan pagelaran Reog dengan bertuliskan Malaysia, ternyata masih banyak
pemuda Indonesia disana yang peduli dengan melakukan aksi protes dan perlawanan
terhadap pengakuan Malaysia terhadap kesenian asli nusantara itu. Sebagai
bangsa Indonesia mari kita kenal budaya-budaya bangsa lebih dalam dan kita
junjung lebih tinggi, sehingga tidak ada lagi tempat untuk budaya-budaya asing
untuk mewarnai nusantara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!