Sabtu, 08 Oktober 2011

REOG PONOROGO: Sebuah Bentuk Penyimbolan Melahirkan Kesenian Besar


sichengger.wordpress.com

Pada kesempatan diskusi minggu lalu (23/09), bung Imot sebagai pengantar materi menghadirkan sekilas sejarah Reog Ponorogo. Seperti diskusi -diskusi sebelumnya, diskusi malam itu pun berjalan sangat asyik, bung Imot menjelaskan tentang sejarah Reog Ponorogo yang katanya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat, tapi malam itu hanya diceritakan dari tiga versi.
Pertama, Reog Ponorogo ada pertama kali pada masa kerajaan Majapahit dibawah kepemimpinan Bhre Kertabumi, raja terakhir kerajaan Majapahit yang berkuasa pada abad ke 15 M. bermula dari pemberontakan Ki Ageng Kutu – seorang abdi kerajaan waktu itu – terhadap raja Bhre Kertabumi yang mendapat pengaruh kuat dari rekannya yang berasal dari China dan sang raja yang korup. Sejak itu, Ki Ageng Kutu pergi meninggalkan kerajaan karena dia memperkirakan bahwa kekuasaan kerajaan majapahit akan segera berakhir. Kemudian mendirikan perguruan untuk anak-anak muda yang diharapkan menjadi bibit kebangkitan kerajaan Majapahit. Ki Ageng Kutu menyadari bahwa pasukannya terlalu sedikit untuk melakukan perlawanan, maka pesan politisnya ditunjukkan melalui pagelaran seni Reog.
Cara itu merupakan sebuah bentuk sindiran terhadap raja Bhre Kertabumi dan kerajaan Majapahit, Ki Ageng Kutu mulai membangun perlawanannya melalui pagelaran seni Reog. Dalam pagelaran Reog juga ditampilkan topeng berbentuk kepala Singa yang biasa disebut Singa Barong dan merupakan sebuah bentuk penyimbolan terhadap raja Bhre Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu Merak sebagai bentuk penyimbolan pengaruh rekannya dari China yang mampu mengatur segala gerak-gerik sang raja. Selain Singa Barong, dalam pagelaran juga menampilkan Jathilan yang diperankan oleh para Gemblak yang menunggangi kuda- kuda yang merupakan sebuah bentuk perumpamaan untuk kekuatan pasukan kerajaan Majapahit sebagai pembanding berlawanan dengan kekuatan Warok yang berada dibalik topeng merah sebagai simbol seorang KI Ageng Kutu dengan sendirinya menopang topeng yang beratnya 50 kg hanya dengan giginya. Konon katanya pada masa itu, orang -orang yang melakukannya memiliki kekuatan spiritual tinggi yang diperoleh dari puasa dan bertapa. Melihat kepopuleran pagelaran Reog, raja Bhre Kertabumi mulai bertindak dan menyerang perguruan tersebut. Pemberontakan yang dilakukan oleh Warok dengan mudah diatasi dan perguruan dilarang lagi melanjutkan pengajaran akan Warok, akan tetapi murid Ki Ageng Kutu masih melanjutkannya secara diam-diam.
Menurut cerita lain, kesenian Reog Ponorogo lahir pada tahun Saka 900 yang dilatarbelakangi tentang kisah perjalanan Raja Bantarangin bernama prabu Kelana Sewandana yang sedang mencari permaisurinya. Bersama prajurit berkuda dan patihnya Bujangganong. Pada akhirnya, gadis pujaan hatinya ditemukan, dialah putri Kediri bernama Dewi Sanggalangit. Namun sang putri mempunyai syarat untuk sang prabu membuatkan kesenian baru terlebih dahulu sebelum menerima cinta sang raja. Maka terciptalah Reog yang bentuknya sebenarnya merupakan sebuah sindiran dengan makna bahwa sang raja – yang disimbolkan dengan kepala Harimau – sudah sangat dipengaruhi oeh permaisurinya, disimbolkan dengan burung Merak.
Dari versi pertama, bung Donny menyatakan ketidaksepakatannya karena menurut dia kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang sangat besar dan disegani karena wilayah kekuasaannya sangat luas bahkan mencapai Sri Lanka, jadi tidak ada kemungkinan bahwa kebijakannya sangat dipengaruhi oleh China tetapi bung Donny lebih sepakat cerita versi yang kedua karena memang ada kemungkinan kalau sang raja sangat dipengaruhi oleh permaisurinya.
Bung Yaumil menambahkan, sebenarnya ada dua keadaan yang paling memungkinkan yang pertama yaitu kesenian Reog ini dilatar belakangi oleh masuknya Islam dan pagelaran seninya dijadikan sebagai media penyebaran agama pada waktu itu dan yang kedua sebagai simbol perlawanan atau pemberontakan oleh masyarakat waktu itu. Bung Amirul kurang sependapat dengan kemungkinan yang pertama karena bung Amirul masih sepakat kalau kesenian Reog ini dibawakan oleh umat Hindhu pada masa kerajaan Majapahit.
Lantas setelah mengetahui beberapa cerita tentang Reog Ponorogo, maka timbul lagi pertanyaan dari salah satu peserta diskusi yaitu bung Yaumil. “ Mengapa dinamakan Reog Ponorogo, Apa memang asalnya dari Ponorogo ? ”. setelah pertanyaan tersebut dilontarkan, peserta diskusi semakin bersemangat, bung Wiwit sebagai salah satu peserta diskusi mengatakan bahwa kata Reog berasal dari kata leyag-leyog, karena waktu itu sang raja melihat sebuah tarian yang geraknya leyag-leyog dan raja menyukai gerakan itu maka raja ingin kesenian itu diberi nama leyog yang akhirnya disempurnakan menjadi Reyog. Kenapa bukan leyag ? bung Wiwit juga menambahkan kalau waktu itu sudah ada kesenian di bali yang bernama leyak sehingga jika diambil nama itu takut menyamai maka diambillah kata leyog.
Bung Wiwit juga menambahkan bahwa kata Reyog sebenarnya juga mempunyai makna “ Rasa kidudung Engkang sukma adiluhung Yang widi Oleh kridaning gusti Gelar gulung kersaning kang maha kuasa”, peserta diskusi semakin penasaran dengan tema diskusi malam itu ketika mendengar makna kata Reyog. Tapi apa artinya deretan kata dari bahasa sankskerta itu ? Bung Obie dengan semangat mencoba mengartikannya, kurang lebih artinya “ serasa nyanyian yang membawa jiwa luhur ciptaan tuhan, mendapat ridho tuhan dan hidup mati itu kehendak yang maha kuasa ”.
Lalu apa itu sebenarnya Singa Barong dan Warok ? bung Wiwit menjelaskan bahwa sebenarnya Singa Barong merupakan sebuah bentuk penjelmaan manusia berkepala singa yang berbulu, karena terdapat banyak sekali Kutu pada bulunya maka terdapat Merak diatasnya yang memakannya.
Bung Mahfud menambahkan bahwa Singa Barong merupakan Singa yang benar-benar galak sebagai raja hutan dan Warok merupakan peraga dari kesenian Reog Ponorogo, Warok sebenarnya berasal dari kata wewarah dan ada fenomena aneh pada Warok, suka dengan anak kecil laki-laki tetapi Warok tidak memperbolehkan mempunyai anak jadi hanya sebagai anak angkat yang biasanya disebut Gemblak. Bung Ucup juga menjelaskan bahwa sebenarnya arti kata wewarah adalah ajaran.
Reog Ponorogo merupakan sebuah kesenian budaya asli Indonesia yang sangat besar dan berasal dari Jawa Timur bagian barat laut dan Ponorogo, dengan berbagai kemungkinan latar belakang yang mengatakan bahwa kesenian Reog merupakan sebuah bentuk perlawanan terhadap kebijakan raja yang dianggap tidak benar dan latar belakang lain. Reog Ponorogo sebagai kesenian daerah, seharusnya tetap kita akui dan kita pertahankan. Ketika Malaysia sempat menampilkan pagelaran Reog dengan bertuliskan Malaysia, ternyata masih banyak pemuda Indonesia disana yang peduli dengan melakukan aksi protes dan perlawanan terhadap pengakuan Malaysia terhadap kesenian asli nusantara itu. Sebagai bangsa Indonesia mari kita kenal budaya-budaya bangsa lebih dalam dan kita junjung lebih tinggi, sehingga tidak ada lagi tempat untuk budaya-budaya asing untuk mewarnai nusantara ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!