Rabu, 17 Agustus 2011

GURU (2), Bukanlah Sekedar Profesi!


regional.kompas.com
Oleh: Bung Imot*
Ada sesuatu yang mulia pada seorang guru. Pada guru lah ada kerlap-kerlip cahaya kebajikan dalam setiap nilai yang mereka ajarkan. Lewat guru lah memancar gemerlap sinar keikhlasan dan ketulusan pada kerja yang mereka lakukan. Merekalah sumber cahaya-cahaya itu, yang menyinari setiap hati anak-anak didik mereka.
Awal bulan, merupakan hari-hari dimana para profesionalis menampakkan senyum lebarnya. Lembaran-lembaran rupiah semakin menyesakkan kantong. Momen seperti ini biasanya digunakan untuk mengekspresikan kelelahannya setelah berkerja selama sebulan.
Mungkin begitu juga seorang guru. Setelah mendidik -mungkin ratusan peserta didik- selama sebulan, kemudian dia bisa menikmati upahnya. Namun, apakah hanya seperti itu keagungan seorang guru? Tentu tidak. Idealnya seorang guru adalah panutan sepanjang masa. Tanggung jawab selalu dipikul olehnya. Memang berat menjadi guru. Tetapi, apa jadinya bangsa dan dunia tanpa kehadiran guru? tentu buta akan pendidikan.
Setiap manusia butuh akan pendidikan. Mulai dari lahirnya anak manusia hingga terhembusnya nafas terakhir. Mulai dari belajar berbicara dan berjalan hingga menemukan sebuah karya. Kehadiran guru lah yang sangat berpengaruh untuk mewujudkan pendidikan. Tak hanya duduk manis di sebuah ruangan kelas, namun pendidikan dapat pula di luar kelas. Guru pun demikian, tak hanya mengajar di dalam ruangan kelas dan tugasnya selesai. Namun, seyogyanya seorang guru ikut memperhatikan kondisi sosial sekitar. Terlebih guru ahli yang cukup mengerti di bidangnya.
Tidak selayaknya hingar bingar lampu disko menghiasi hari-hari seorang guru yang sukses dan mempunyai banyak uang. Hingar bingar kebajikanlah yang harusnya ditorehkan oleh seorang guru. Tidak menyalahkan seorang guru, upah hasil keringatnya digunakan untuk keperluan pribadi. Namun, akan menghilang kepatutan dan keagungan seorang guru bila menghiasi hari-harinya dengan mengunjungi ruangan redup yang dihiasi dengan gemerlap lampu disko dan musik yang memekakkan telinga.
Apakah dosen bisa dikatakan sebagai guru? pada hakikatnya sama. Dosen adalah sebutan guru yang mengajar di sebuah perguruan tinggi. Berceramah di hadapan puluhan peserta didik juga dilakukan oleh seorang dosen. Memberi bekal pendidikan yang akan menghasilkan orang-orang yang ahli dibidangnya merupakan hasil keringat seorang dosen.
Selayaknya dosen juga ikut memperhatikan kondisi sosial sekitar. Tidak patut seorang dosen ditanya pendapat tentang kondisi sekitar dan tidak menjawab apa-apa, yang dikenal dengan istilah no comment.
Seperti cerita dari seorang mahasiswa Teknik Sipil. Saat dia bertanya pendapat kepada seorang dosen Teknik Sipil tentang masalah “Tol Tengah”, dia tidak mendapat jawaban apa-apa. Bukankah bidang Teknik Sipil juga mempelajari ilmu tentang transportasi? Namun dimana analisa seorang dosen Teknik Sipil tentang permasalahan “Tol Tengah” ini?
Sebuah negara memberikan pendidikan kepada masyarakatnya tentu mempunyai tujuan. Tidak serta merta tujuan pendidikan adalah untuk memperkaya akan harta masing-masing personal masyarakat. Pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Begitu pula menjadi dosen. Tidak serta merta berceramah di depan kelas kemudian mendapatkan uang. Hanya profesionalitas seorang dosen kalau seperti itu. Tidak hanya profesionalitas yang seharusnya ditunjukkan oleh seorang dosen atau guru. Analisa-analisa seorang dosen dibidangnya juga dibutuhkan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada disekitarnya.
Miris sekali melihat pendidikan di negara ini. Biaya pendidikan yang begitu mahal, hingga tidak banyak yang bisa merasakan pendidikan. Dengan pendidikan yang begitu mahal, masih saja peserta didik tidak memaksimalkannya untuk mendapat pendidikan. Masih banyak peserta didik melakukan kecurangan dalam menimba ilmu. Begitu juga dengan guru selaku pendidik. Ternyata tidak sedikit guru yang tidak patut untuk digugu lan ditiru. Masih banyak guru yang mengorbankan nasib pendidikan demi membesarkan perut dan mengedepankan kepentingan-kepentingan pribadinya.
Dari gurulah kita belajar mengeja kata dan kalimat. Pada gurulah kita belajar
gerak-gerik bahasa dunia. Lewat guru, kita belajar budi pekerti, belajar
mengasah hati, dan menyelami nurani. Lewat guru pula kita mengerti tentang
banyak hal-hal yang tak kita pahami sebelumnya. Maka dari itu, seorang guru hendaknya mampu menjadi panutan.
Tidak hanya profesionalitas yang seharusnya ditunjukkan!
*M Rifqy-Mahasiswa T Sipil ITS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!