Rabu, 26 Oktober 2011

Mengkritik dan Dikritik


Mengkritik dan dikritik adalah bingkai kehidupan. Seolah menjadi bagian dari cara kita berkomunikasi dengan orang lain. Apa yang kira-kira akan terjadi jika komunikasi yang kita bangun dengan orang lain hanya bersifat formalitas belaka? Mungkin akan tercipta suatu peradaban dimana masyarakat di dalamnya acuh tak acuh satu dengan yang lain, atau bahkan hanya berbasa-basi terhadap permasalahan orang lain.
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, Langkah Awal hadir untuk mencoba bersumbangsih bagi kehidupan mahasiswa di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Memberikan opini-opini yang berisikan kegelisahan sang penulis akan kondisi sosial yang tak kunjung membaik, serta tak kunjung henti menyampaikan kritik-kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat. Seperti dalam edisi 17 Langkah Awal kali inimencoba menelusuri jejak kejadian Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) dari sudut pandang seorang pria bernama Kholid dan Aminah sebagai saksi sejarah G30S/PKI.

Dapat ditarik gambaran bahwa klaim-klaim kebenaran yang ada janganlah membuat kita berhenti untuk tetap mencari jati diri sebagai manusia yang utuh. Berdialektikalah, selama kita masih mampu berpikir. “Ab esse ad posse!” Begitulah frasa yang terus dipegang teguh oleh Langkah Awal. Dalam bahasa latin frasa tersebut menjelaskan bahwa dari ada menuju bisa atau dari keadaan menjadi pengetahuan yang di awali dari kritikan. Maksudnya ialah dari keberadaan hal (kritikan), maka seseorang bisa mengetahui kemampuannya.
Terima kasih untuk bung Ma’un Awang-Awang yang mengirimkan puisinya berjudul Dijawab Jangkrik. Semangat berkarya!
Langkah Awal akan terus mencoba memberikan informasi-informasi yang tajam dan penuh refleksi untuk memenuhi asupan wawasan dalam kehausan akan ilmu dari setiap mahasiswa ITS.
Salam kebebasan berpikir!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Redaksi langsung menghapus komentar yang tidak mencantumkan nama penulis komentar (anonim)!