Senin, 18 April 2011

Pendidikan Hanya Sebatas Uang


Oleh: Bung Imot*
Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan adalah definisi pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Sangat besar sekali arti pendidikan bagi umat manusia yang di sini khususnya bangsa Indonesia.

Kartini; Perempuan Beda Milik Indonesia


Oleh: Jeng Yanti*
Raden Adjeng Kartini bukanlah nama yang asing bagi masyarakat Indonesia terutama untuk perempuan Indonesia. Terlahir sebagai putri seorang bupati Rembang tidak lantas membuat dia terlena terhadap kehidupan yang telah dimilikinya. Kartini mengenyam pendidikan di Europese Lagere School (ELS) hingga berusia 12 tahun. Setelah berumur 12 tahun, Kartini harus puas menghabiskan hari-harinya di dalam rumah.

Mungkin, Ini Cara Tuhan Mendidik Manusia

Oleh: Bung Rafli*
Mendidik manusia dengan kekhawatiran dan ketakutan……
Menggenggam kebersahajaan dengan kegagalan dan kekecewaan……..
Beberapa dari kita, lebih mementingkan dan melihat, tentang apa yang dapat dicapai, berhasil atau tidak. Bukan dari bagaimana proses yang dijalani, hingga ia dapat mencapai yang diinginkannya. Maka, tak ayal seringkali kita terjebak dengan kondisi hasil yang ada, hingga berlarut-larut memikirkan tentang suatu hal yang harus dilakukan agar hasil yang didapat sempurna. Bahkan, kita pun terkesan menggunakan segala cara –entah baik atau jelek-

Nurdin Halid dan ITS


Oleh: Bung Samdy*
Mungkin tidak semua kita suka bermain ataupun menonton sepak bola. Tapi, sebagian besar kita pasti pernah mendengar satu nama: Nurdin Halid.
Namun tatkala mendengar nama mantan ketua PSSI itu, langsung terbersit semua yang jelek. Dimulai dari korupsi; memimpin PSSI dari penjara; prestasi timnas yang terus anjlok hingga kompetisi yang sarat dengan suap. Intinya, tidak ada yang positif dari dirinya.

Pendidikan untuk Manusia


Oleh: Bung Iftah*
”Pendidikan”, begitulah istilah formal yang kita gunakan untuk menggambarkan suatu pola pengajar dan peserta didik yang saat ini. Derajat pendidikan begitu kita muliakan sekaligus dijadikan instrumen penilaian terhadap kualitas hidup seseorang. Pendidikan semacam ini pada akhirnya mengarahkan kita pada segala sesuatu yang bersifat materi dan kebendaan—kita diatur untuk menjadi calon-calon materialis.
Permasalahan sekarang adalah apakah pendidikan seperti di atas sudah mewakili pendidikan yang seharusnya kita dapatkan;

Sepeda Fixie, Gaya Hidup Dan Kebutuhan


Oleh: Bung Henry*
Ada fenomena baru yang terlihat di sekitar kita di kampus ITS tercinta ini. Beberapa bulan belakangan banyak mahasiswa yang seliweran mengandarai alat transportasi sepeda. Ya, alat transportasi yang sudah lama tidak digunakan oleh kaum menengah ke atas ini, muncul kembali dengan penampilan yang berbeda. Akan tetapi, akankah alat transportasi yang kita sebut sepeda ini, fungsinya tetap menjadi alat transportasi??
Waktu dan Alat Transportasi

Minggu, 03 April 2011

Kepala UPT GRHA: Tidak Ada KKN di Kantin ITS


MENEPIS INDIKASI KORUPSI DI KANTIN ITS
Mahasiswa ITS angkatan 2008 ke bawah pasti paham benar apa yang beda dengan Kantin (Pusat) ITS baru. Kantin yang berdekatan dengan Gedung Jurusan Fisika, Kimia, SAC, dan Kantor BNI itu kini sudah berubah jauh. Sejak renovasi dilakukan pada Agustus tahun 2009 hingga difungsikan kembali semester genap tahun 2011, berangsur-angsur suasana hampir kembali seperti yang dulu.
Sayangnya, perubahan yang terjadi tidak hanya dari jelek dan kotor menjadi indah dan bersih—seperti alasan renovasi kantin ini tahun 2009 lalu. Perubahan mencolok dapat dilihat dari jenis makanan/minuman, harga, hingga adanya kerengkeng di sekeliling kantin.
Harga makanan dan minuman melonjak drastis. Menurut Susi Agustina Wilujeng, Kepala UPT Grha ITS—yang

Kantin dan Urusan Perut Mahasiswa


Oleh: Jeng Arinda*
iMasih mengenai kuliner, kali ini saya bicara tentang dua kantin “ternama” di kampus saya. Kantin pertama namanya SCC (mirip merk bimbingan belajar-SSC). Terletak hanya beberapa meter dari masjid Menara Ilmu (Manarul Ilmi). Tempatnya bersih, terkesan mewah layaknya kafe. Atau jangan-jangan memang kafe?  Karena sistem pembayarannya seperti kafe, ada kasir khusus untuk menampung uang pengunjung kafe kantin.
Dibandingkan dengan kantin sederhana di Biologi, kantin SCC ini relatif sepi. Kalaupun ada mungkin cuma beberapa mahasiswa “berkantung tebel”  sebagai pengunjungnya. Yang lain, saya perhatikan dari luar mereka cuma numpang duduk sekedar ngadem sambil wifi-an. Wajar saja sepi, untuk mendapatkan satu botol ukuran sedang air mineral dingin saya harus membayar Rp3.000,-.
Di kampus saya, penampilan bukan segalanya, pertimbangan utama mahasiswa sekelas saya (kelas kantung tipis)

Menjadi Mahasiswa (2)


Oleh: Bung Tomy*
Menjadi mahasiswa itu soal memilih jalan hidup. Saya tidak tahu hidup seperti apa yang kini engkau jalani. Itu urusanmu sendiri.
Apalagi aktivis pergerakan, konon, punya gaya hidupnya sendiri. Saya sebut “konon”, sebab tidak bisa dipastikan kebenarannya. Ada yang bilang ini: pesta, buku, dan cinta. Tanyakan orang-orang tua yang kuliah di abad ke-20 lalu, boleh jadi mereka merasakannya. Mungkin hal itu pengaruh wong londo dan noni-noni Belanda golongan terpelajar sejak era Stovia pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Apakah semua mahasiswa merasakan kenikmatan ketiganya?
Dulu, mungkin iya. Sekarang tidak sama persis dengan dulu. Abad ke-21 berbeda. Pestanya adalah perang di

Menyandera untuk Apa?


Oleh: Bung Samdy*
Ketika Bung Karno menjadi diktator, ia sadar tidak bisa sendirian. Tanpa dukungan penuh militer, ia bisa setiap saat dikudeta seperti pemimpin-pemimpin sipil lainnya. Mau tak mau Bung Karno wajib merangkul kekuatan lain agar bisa mengimbangi kekuatan bersenjata TNI Angkatan Darat.
Siapakah yang dipilih Bung Karno? Jika membaca sejarah kita akan tahu bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI)-lah yang paling seia-sekata memberi dukungannya pada Pemimpin Besar Revolusi itu. Dengan kemampuan agitasi massa PKI, segala “proyek” Bung Karno seperti penghancuran Nekolim, pengganyangan Malaysia, dsb. punya dukungan riil.
Hubungan Bung Karno dan PKI ibarat simbiosis mutualisme. Tanpa Bung Karno yang wibawanya tak tertandingi

Surat Terbuka untuk Penguasa


Oleh: Bung Rafli*

Penguasa yang saya hormati. Satu periode akan tunai dalam waktu dekat. Tentunya, banyak jejak yang sudah penguasa tinggalkan dalam menjalankan tugas negara. Dan saya ingin mengungkapkan rasa ‘terima kasih’ yang selama ini terpendam. Sebenarnya saya malu dan sungkan untuk  menulisnya. Tapi bukankah Pramoedya Ananta Toer pernah menulis dalam karyanya Bumi Manusia; “seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.” Oleh sebab itu, saya tidak boleh tinggal diam, sebaliknya saya harus mem-berani-kan diri mengutarakannya:
Terima kasih penguasa. Yang sudah mengeluarkan keputusan skorsing kepada tiga teman saya. Karena dianggap tidak memiliki etika ketika demonstrasi ‘aksi lapindo’. Dengan begitu menyadarkan saya bahwa

Mahasiswa Adalah Serigala yang terpenjara


Oleh: Bung Imot*
Secara harfiah, ’mahasiswa’ terdiri dari dua kata, yaitu ’maha’ yang berarti tinggi dan ’siswa’ yang menurut Bobbi de Porter berarti subyek pembelajar. Jadi dari segi bahasa ’mahasiswa’ diartikan sebagai pelajar yang tinggi atau seseorang yang belajar di perguruan tinggi/universitas.
Tetapi jika mahasiswa diartikan sebagai subyek pembelajar saja, sangatlah sempit pemikiran kita, karena mahasiswa juga memliki peran-fungsinya. Mahasiswa adalah pembelajar yang tidak cuma duduk di bangku kuliah, mendengarkan kuliah dosen, mengerjakan tugas, pulang, kemudian mengikuti ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Lalu mengajukan Tugas Akhir dan akhirnya lulus. Namun mahasiswa dituntut untuk menjadi pelopor perjuangan dan ikon pembaharu yang tanggap terhadap permasalahan sosial dan negara.

Perjuangan Mahasiswa: Dulu dan Kini


Oleh: Bung David*
Dahulu, kaum intelektual (mahasiswa) Indonesia bersatu dalam semangat nasionalisme untuk merebut kemerdekaan. Nasionalisme mahasiswa saat itu didasari pada adanya musuh bersama, yaitu kolonial Belanda. Lantas saat ini, ketika kemerdekaan Indonesia menginjak usia ke-65, nasionalisme macam apa yang tepat diterapkan para mahasiswa Indonesia dalam perjuangan mereka?
Ada preseden mengenai nasionalisme, yaitu adanya kebutuhan mengenai kehadiran musuh bersama. Musuh bersama ini tentunya subyek yang memang memiliki pengaruh buruk pada masyarakat. Pada masa pergerakan menuju kemerdekaan, musuh bersama yang dihadapi mahasiswa adalah nyata, yaitu penjajah.